Penyair Myanmar Tewas Diinterogasi Junta Militer, Jenazahnya Kembali Tapi Organ Tubuhnya Hilang

ERA.id - Penyair asal Myanmar, Khet Thi, yang karyanya menyuarakan perlawanan terhadap junta militer, telah meninggal saat dalam tahanan. Sementara jenazahnya berhasil dibawa pulang oleh keluarga, sejumlah organ tubuh sang penyair diketahui hilang, demikian seperti dilaporkan The Guardian, Senin, (10/5/2021).

Juru bicara junta Myanmar tidak bisa dihubungi untuk dimintai keterangan terhadap kematian Khet Thi, tulis The Guardian.

Khet Thi dikenal dengan baris puisi, "Mereka menembak di kepala, namun, mereka tidak tahu bahwa revolusi terjadi di dalam hati."

Laman Facebook-nya menyebut penyair tersebut berusia 45 tahun.

Istri Khet Thi mengatakan bahwa ia dan suaminya ditangkap dan diinterogasi pada Sabtu lalu oleh aparat militer dan polisi di kota Shwebo, Sagaing, Myanmar. Daerah ini merupakan pusat resistensi terhadap kudeta militer yang pada 1 Februari lalu menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi.

"Saya diinterogasi. Dia juga. Mereka mengatakan bahwa ia ada di pusat interogasi. Namun, dia tak pernah kembali, hanya jenazahnya saja (yang kembali)," kata istrinya, Chaw Su, kepada BBC.

"Mereka menelepon saya pada pagi hari dan meminta saya menemui suami saya di rumah sakit di Monywa. Saya kira ini hanya patah lengan atau entah apa... Namun, saat saya sampai di sana, ia ada di kamar jenazah dan organ tubuhnya telah diambil," kata dia.

Chaw Su mengaku diberitahu rumah sakit bahwa suaminya memiliki masalah jantung, namun, ia tak berniat membaca surat kematian suaminya karena meyakini bahwa informasi di surat tersebut dibuat-buat.

Chaw Su tidak memberitahu bagaimana ia mengetahui ada organ tubuh suaminya yang telah diambil.

"Ia meninggal di rumah sakit setelah disiksa di pusat interogasi," sebut grup aktivis Assistance Association for Political Prisoners dalam buletin yang menyebutkan jumlah warga sipil yang tewas mencapai 780 orang.

Khet Thi setidaknya merupakan penyair ketiga yang tewas dalam aksi unjuk rasa sejak kudeta 1 Februari. Penyair K Za Win, 39 tahun, ditembak mati saat berunjuk rasa di Monywa, awal Maret lalu.

Sosok budayawan dan selebritas menjadi figur yang getol melawan rezim kudeta militer, berdemonstrasi setiap hari di berbagai kawasan di Myanmar.

Khet Thi, dua pekan sejak kudeta, menulis, "Saya tak ingin mendukung ketidakadilan. Jika saya hanya punya semenit untuk hidup, saya ingin hati nurani saya jernih selama satu menit tersebut."

Belakangan, ia menambahkan bahwa ia adalah pemain gitar, pembuat roti, dan penyair, yang tidak tahu cara menggunakan senjata api. Namun, ia mengindikasikan bahwa ia mengubah pendirian.

"Bangsa saya ditembak, dan saya hanya bisa membalas dengan puisi," tulisnya, dikutip di The Guardian. "Namun, ketika Anda yakin suara Anda saja tidak cukup, maka Anda perlu dengan hati-hati memilih senjata api. Saya akan belajar menembak."