22 Penyalahgunaan Anak di Kampanye Pilkada 2018
Komisioner KPAI Jasra Putra mengatakan, dari 22 kasus, ada tiga kasus atau 13,64 persen penyalahgunaan berupa penggunaan tempat pendidikan anak untuk kegiatan kampanye.
"Walaupun istilahnya calon datang ke tempat pendidikan, berdialog, tapi kadang-kadang kami temukan juga untuk (cakada) melakukan dukungan di lingkungan anak yang belum cukup usia, masih sekolah," kata Jasra di kantor KPAI, Gondangdia, Jakarta Pusat, Jumat (6/4/2018).
Selain itu, ditemukan juga 11 kasus atau 50 persen peserta pilkada dan partai politik memobilisasi massa anak. Ditemukan pula kasus menggunakan anak sebagai penganjur atau juru kampanye untuk memilih partai atau cakada tertentu sebanyak dua kasus, atau 9,09 persen.
"Bentuk partisipasi publik, termasuk orang tua, bagaimana untuk menghindari agar keterlibatan anak dalam proses politik ini tidak diikutkan," ujar Jasra.
Untuk kasus usia anak di bawah 17 tahun yang masuk daftar penduduk pemilih potensial pemilu (DP4), lanjut Jasra, ditemukan satu kasus atau 4,55 persen. Ditemukan pula kasus menampilkan anak di atas panggung kampanye parpol dalam bentuk hiburan, sebanyak satu kasus atau 4,55 persen.
"Terakhir, membawa bayi atau anak yang berusia di bawah tujuh tahun ke arena kampanye terbatas sebanyak empat kasus atau 18,18 persen," terang dia.
Untuk mengatasi hal itu, Jasra mengatakan, pihaknya telah membuka posko pengaduan nasional Pilkada sejak 15 Februari 2018. Ia juga mengklaim, KPAI telah bekerja sama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) supaya kedua badan penyelenggara Pemilu itu turut memperhatikan isu tentang perlindungan anak di tahapan Pilkada dan Pemilu 2019.
Baca Juga : Hamba Allah Dilarang Sumbang Dana Kampanye