Studi: Pasien COVID-19 Anak Berisiko Kematian Tinggi

ERA.id - Studi yang dilakukan Tim Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta melaporkan bahwa pasien anak yang terinfeksi SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 memiliki risiko kematian yang tinggi bila diiringi dengan komorbid.

"Sebagian besar pasien anak yang meninggal memiliki komorbid (penyakit penyerta). Umumnya memiliki lebih dari satu komorbid. Kebanyakan yang dominan adalah pasien dengan gagal ginjal, kemudian pasien dengan keganasan,” ujar Peneliti Utama Tim RSCM, Rismala Dewi, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (6/6/2021) seperti dikutip Antara.

Penelitian tersebut dilakukan pada periode Maret-Oktober 2020 dengan meneliti 490 pasien anak yang dirawat karena COVID-19.

Menurut Rismala hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa 40 persen pasien anak memiliki tingkat risiko kematian yang tinggi.

Hasil penelitian ini juga telah diterbitkan dalam International Journal of Infectious Diseases dengan judul 'Mortality in children with positive SARS-CoV-2 polymerase chain reaction test: Lessons learned from a tertiary referral hospital in Indonesia’.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Cissy Kartasasmita mengatakan risiko anak untuk terinfeksi dan sakit akibat COVID-19 sangat rendah. "Ini berdasarkan referensi jurnal medis terpercaya yang ada," kata dokter spesialis anak itu.

Kalaupun tertular, katanya, pasien anak cenderung tidak bergejala ataupun pada umumnya ringan.

Cissy mengatakan bahwa tidak menutup kemungkinan kalau pasien anak ada yang bergejala berat, masuk ruang perawatan intensif, hingga meninggal dunia akibat COVID-19.

“Biasanya karena memiliki penyakit lain sebelumnya seperti komorbid atau kurang gizi. Angka kematian di negara lain sebenarnya cukup rendah meski dalam hasil studi di Indonesia kita tinggi,” ujarnya.

Pernyataan Cissy mengacu pada jurnal medis berjudul Children and Adolescents With SARS-CoV-2 Infection, menunjukkan bahwa saat terinfeksi COVID-19, anak anak tidak menunjukkan gejala (asymptomatic) atau bergejala ringan.

Jurnal tersebut menunjukkan dari 203 pasien anak yang tertular COVID-19, 54,7 persen tidak memperlihatkan gejala, hanya 26,1 persen saja yang perlu perawatan akibat COVD-19, dan yang paling banyak dirawat adalah bayi berusia kurang dari satu tahun yaitu 19,5 persen dari total kasus.

Cissy menambahkan orang dewasa berperan penting dalam penularan virus kepada anak-anak, sementara anak-anak menularkan ke sesamanya dalam level yang moderat. Kecenderungan level penularan yang tinggi juga tergantung dari usia mereka.

"Jurnal medis lain dari RSUD Mataram, NTB dengan judul Characteristics and Outcomes of Children with COVID-19 in West Nusa Tenggara Province, Indonesia menyebutkan bahwa fatalitas kasus COVID-19 pada anak karena terlambatnya datang ke pelayanan kesehatan, adanya penyakit lain, dan akses ke pelayanan kesehatan yang sulit," katanya.

Meski data-data menunjukkan kasus COVID-19 pada anak biasanya tidak bergejala, kata Cissy, namun orang tua perlu terus menjaga anak-anak mereka agar tidak tertular COVID-19.

Khawatirnya apabila anak-anak dengan penyakit penyerta seperti jantung, ginjal, TBC, asma, memperburuk kondisinya apabila tertular COVID-19, kata Cissy.

Cissy juga menekankan pentingnya mempertahankan daya tahan tubuh anak-anak dengan mencukupi kebutuhan makanan bergizi seimbang, minum air putih yang cukup, istirahat yang cukup, olahraga secara teratur dan cek serta lengkapi imunisasinya.