Digitalisasi Tak Dapat Dihindari, Waspada Hoaks dan Transformasi Penyebaran Paham Radikal
ERA.id - Anggota Komisi I DPR Helmy Faishal Zaini menilai transformasi digital kini tak lagi menjadi pilihan karena sudah bersifat mainstream. Tapi salah satu dampak dari transformasi ini yaitu merebaknya hoaks.
"Kalau sebagian kelompok menjadikan sosial media ini justru sebagai media untuk melakukan provokasi, marilah kita semua menjadi bagian penting dari upaya untuk melakukan sesuatu yang positif di tengah-tengah masyarakat," kata Helmy dalam diskusi daring, Selasa (15/6/2021).
Ia mengutip gagasan ahli strategi Sun-Tzu yang mengatakan kalau siap berdamai maka harus siap berperang. Karena itu bagi yang memimpikan perdamaian maka tidak boleh berdiam diri saja.
"Yang namanya pro perdamaian itu bukan berarti kita pasif, justru kita harus melakukan berbagai macam inovasi dan kreasi, salah satunya adalah menghadirkan kontra narasi, maka dalam konteks itu diperlukan penguasaan literasi dalam sosial media," katanya.
Ia mencontohkan dalam bidang ekonomi, ia mengajak anak muda milenial tak berdiam diri saja. Tapi juga menggunakan platform digital dan memasarkan di media sosial.
"Dengan teknik yang sangat sederhana sekali kemudian mereka punya akun di berbagai macam laman marketplace yang ada dan dampak dari itu omset dari perputaran perdagangan mereka ini sekarang semakin meningkat. Itu dalam bidang ekonomi dalam konteks menghadirkan kontra narasi agar kita tidak berdiam diri," katanya.
Ia pun membandingkan antar generasi terhadap perkembangan teknologi. Generasi milenial cepat dalam menerima informasi. Generasi alfa dianggap akan lebih cepat menerima atau membaca informasi. Sementara generasi baby boomers dalam menerima informasi masih dapat menerima informasi yang panjang.
"Kalau generasi milenial itu cara berpikir mereka itu crop brand, jadi orang itu hanya dengan cepat dia memangsa ataupun mengambil informasi, maka dari itu diperlukan strategi, bahwa kontra narasi yang akan disampaikan itu tidak lebih dari 1 menit kemudian dengan beberapa strategi agar bisa dikonsumsi oleh anak-anak milenial," katanya.
Ia pun kembali memberi contoh penyebaran paham radikal transnasional dan terorisme. Dulu paham tersebut bisa disebarkan melalui agitasi dengan mengirim orang yang ahli. Berbeda dengan kini yang cukup dengan menyebarkan hoaks.
"Kalau sekarang mereka cukup menyebarkan hoaks tanpa harus mengirim orang, misalnya yang ngirim hoaksnya itu dari Amerika, tapi yang jadi korban dari hoaks itu bisa di seluruh dunia," katanya.