Gegabah Pelihara Satwa Liar dan Langka, Ini Akibatnya
ERA.id - Menjaga rantai kehidupan hewan liar demi kelestarian lingkungan dan keseimbangan alam merupakan kewajiban kita sebagai manusia dan makhluk berakal. Lantas bagaimana sebenarnya yang harus dilakukan manusia untuk melindungi hewan liar, khususnya yang keberadaannya hampir punah?
Melalui diskusi live Instagram story @siej_info, Manajer Operasional Pusat Rehabilitasi Primata, Sigit Rimba mengatakan manusia yang memelihara hewan liar, itu seperti menyimpan bom waktu.
"Kita melihat isu besar terlebih dahulu, ternyata masyarakat kita itu belum bisa membedakan mana hewan peliharaan dan hewan liar, ini merupakan edukasi yang penting dan wajib kita acarkan sejak dini kepada anak kecil," ungkap sigit dalam live IG tersebut, Jumat(18/6/2021).
Ia menjelaskan kalau hewan peliharaan memang sudah ada ribuan tahun, ada kucing yang dipelihara oleh raja Mesir. Ada juga anjing dan ayam, karena sudah dipastikan tidak bahaya. Sementara banyak yang memelihara kucing, tapi kucingnya asal 'nemu'. Padahal, mungkin saja merupakan hewan liar atau kucing hutan yang memiliki sifat liar, bahkan ada juga yang memelihara monyet.
"Mereka bukan satwa peliharaan, melainkan satwa liar dan memiliki sifat yang khas," kata Sigit.
Sigit menjelaskan sejinak-jinaknya satwa liar, apabila dalam keadaan stres, lapar bahkan birahi, ini menjadi hal yang sangat membahayakan.
"Libatkanlah adik kita, anak kita tentang pemahaman, tempat satwa liar adalah di hutan, sedangkan hewan peliharaan akan ramah untuk dipelihara sehingga bisa kita sayang," jelasnya.
Selain itu, menurutnya di zaman modern seperti sekarang, penggunaan sosial media secara tidak langsung mengancam keberadaan hewan liar. Apalagi yang mengekspos hewan liar adalah publik figur yang menjadikannya postingan mengenai hewan liar yang unik sebagai konten. Sehingga mendapatkan pengakuan dari orang banyak dan 'like' yang banyak, tentu akan mengancam keberadaan hewan liar yang seharusnya dijaga.
"Keberadaan satwa liar di hutan, sekecil apapun bentuknya sangat penting dan berpengaruh terhadap kelestarian hutan, karena hewan liar dan primata di hutan merupakan penyebar biji yang handal, dimana nanti biji-biji dan kotorannya yang disebar akan tumbuh menjadi pohon-pohon baru," katanya.
Lalu apabila ada pemburuan yang membuat keberadaan hewan primata dan hewan liar nyaris hilang di hutan, tidak menutup kemungkinan hewan liar pemakan daging masuk ke pemukiman warga dan memangsa manusia.
Padahal, tambahnya. Ketika hutan lestari, manusia akan mendapatkan sumber air yang baik dan banyak mendapatkan bermacam-macam manfaat. Kalau menggunakan nurani, pada dasarnya bahagia melihat hewan berada hutan, hewan-hewan terlihat bebas di sana.
"Kalau kita melihat hewan ada di kandang, sebesar apa pun kandangnya seperti di kebun binatang, pasti ada rasa sedih, karena ruang bergerak hewan liar begitu dibatasi dalam kandang, Pernah ngga sih kita merasakan yang satwa liar rasakan, seperti pandemi ini kita jadi berfikir dan merasakan bagaimana rasanya isolasi, karantina dan tetap di rumah, tentu sangat tidak enak" jelasnya.
"Kita sepakat, untuk hewan liar, kalau cinta tak harus memiliki, jika kita cinta kita akan bahagia jika satwa liar hidup bebas di habitatnya dan menjalankan fungsi," tambahnya.
Sigit menilai, manusia yang memelihara hewan liar, sama saja menyimpan bom waktu. Contohnya apabila memelihara buaya, mungkin di usia bayi atau anak, memeliharanya tidak ada masalah. Namun saat masuk usia dewasa, tentu akan kewalahan, melihat nafsu makan begitu besar, sehingga berpotensi mengamuk, efeknya tetangga akan resah dan berefek domino.
"Contoh lainnya, hewan primata, saat usia anak-anak sangat mudah untuk memberi dia makan, memberikan vaksin, tapi saat beranjak usia kawin, hewan tersebut mulai menunjukkan tingkah yang agresif dan liar, untuk itu kita harus pahami kebutuhan lain dari hewan liar, seperti kebutuhan kawin yang bisa membuatnya menunjukan sifat liarnya," jelasnya.