Dianggap Tak Seefektif PSBB, Epidemiolog Minta Pengetatan PPKM Mikro Dievaluasi Tiap Pekan
ERA.id - Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman menilai, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat berskala mikro (PPKM Mikro) tidak efektif dibandingkan dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam menekan lonjakan kasus COVID-19.
Namun, karena Presiden Joko Widodo telah memutuskan PPKM Mikro sebagai solusi terbaik saat ini, Dicky meminta pemerintah rutin melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan PPKM Mikro.
"Beliau (Presiden Joko Widodo) memutuskan PPKM Mikro, saran saya adalah penerapan PPKM Mikro yang dipertebal ini ya kita lihat, dievaluasi per minggu," ujar Dicky kepada wartawan, Kamis (24/6/2021).
Evaluasi yang dimaksud Dicky antara lain adalah pelaksanaan 3T atau tracing, testing, treatment. Berdasarkan catatannya, sejak PPKM Mikro diberlakukan periode Januari-Juni, 3T tidak dilaksanakan dengan signifikan.
Padahal salah satu aspek dalam 3T yaitu treatment atau isolasi pasien sangat vital untuk memutus rantai penularan COVID-19.
"Tidak ada penguatan di testing, tracing, isolasi karantina di dalam periode PPKM ini karena ini fatal sekali, karena 3T itu vital sekali untuk memutus mata rantai penularan. Karena ada aspek isolasi karantina yang sangat efektif memutus mata rantai penularan COVID-19," kata Dicky.
Selain itu, juga perlu dilakukan monitoring terhadap pelaksanaan PPKM Mikro. Misalnya soal kewajiban bekerja dari rumah atau work from home (WFH) 75 persen. Menurutnya, masih banyak perusahan baik swasta maupun instansi pemerintah yang belum sepenuhnya menjalankan kebijakan tersebut.
Oleh karena itu, Dicky menilai seharusnya pemerintah memberlakukan sanksi bagi perusahaan maupun instansi yang melakukan pelanggaran ini. Sebab, banyak tercatat adanya klaster perkantoran akibat tidak dijalankannya kewajiban WFH 75 persen dengan serius.
"Kalau masih mewajibkan anak buahnya masuk dalam situasi saat ini untuk bekerja offline, tidak ada efektifitas, sanksi dan monitoring-nya itu tidak ada. Ini yang bikin semakin tidak efektifnya PPKM, padahal situasinya sudah sangat serius," kata Dicky.
"Oleh karena itu, dalam per hari per minggu ini harus ada fungsi monitoring itu kalau sudah menjadi keputusan pemerintah," imbuhnya.
Lebih lanjut, Dicky mengatakan, apabila dari hasil evaluasi per pekan tidak menunjukkan hasil yang memuaskan, maka pemerintah perlu mengambil langkah lain yang lebih serius. Dicky menegaskan, masalah pandemi ini tidak bisa selalu mempertimbangkan aspek ekonomi, karena masalah nyawa harus yang paling utama.
"Kalau hasil evaluasi per minggu ini ternyata growth rate meningkat, ya saya kira kita harus pertimbangkan lagi. Dan kita sampaikan lagi pertimbangan kita ke bapak presiden bahwa harus ada penguatan lagi. Masalahnya ini bukan masalah meyelamatkan ekonomi, ini masalah menyelamatkan nyawa yang besar," tegasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menegaskan pemerintah tak akan menerapkan lockdown atau karantina wilayah total. Hingga saat ini, pemerintah menilai Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro masih menjadi opsi yang tepat untuk menekan lonjakan kasus COVID-19.
"Pemerintah telah memutuskan PPKM mikro masih menjadi kebijakan yang paling tepat untuk menghentikan laju COVID-19 hingga ketingkat desa atau langsung ke akar masalah yaitu komunitas," ujar Jokowi dalam konferensi pers yang disiarkan melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (23/6/2021).
Jokowi mengaku sudah mendengar dan menerima banyak masukan dari masyarakat agar pemerintah kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) maupun lockdown. Namun, mantan Gubernur DKI Jakarta ini menegaskan, bahwa lockdown maupun PPKM Mikro yang menjadi pilihan pemerintah memiliki esensi yang sama, yaitu membatasi kegiatan masyarakat.
"Saya sampaikan bahwa PPKM Mikro dan lockdown memiliki esensi yang sama, yaitu bisa membatasi kegiatan masyarakat. Untuk itu tidak perlu dipertentangan," kata Jokowi.