Rendahnya Komitmen Pemberdayaan Perempuan di Pilkada 2018

Jakarta, era.id - Ratusan pasang calon kepala daerah telah mendaftarkan diri sebagai peserta Pilkada 2018. Jumlah yang sangat lumayan, sampai 570 pasangan. Itu tandanya, partisipasi anak negeri cukup besar pada pilkada kali ini.

Tapi, sayangnya, dari total 570 pasang calon, hanya 37 pasangan calon yang memiliki visi, misi, dan program yang berfokus pada pemberdayaan perempuan dan anak.

Asumsi itu didapat dari pendataan yang dilakukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Dari data mereka, hanya 37 pasangan calon yang menyematkan kata perempuan, wanita, ibu, atau anak di dalam dokumen pemaparan visi, misi, dan program kerja mereka.

Padahal, menurut data, jumlah perempuan dalam pilkada kali ini cukup banyak, mencapai 101 pasangan calon, dengan rincian 49 calon kepala daerah dan 52 calon wakil kepala daerah. 

Nikmati Juga : Mimpi Para Perempuan Kini

Eh, tapi nanti dulu. Keseriusan 37 pasangan calon itu pun bisa diragukan, sebab dalam dokumen pemaparan mereka, enggak ditemukan sasaran-sasaran yang jelas soal visi, misi, dan program pro perempuan dan anak yang mereka cantumkan.

Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini mengatakan, dari 37 pasangan calon tersebut, enggak ada satu pun dari mereka yang secara eksplisit menyatakan mengusung isu perempuan dan anak.

"Kalaupun ada yang mengusung program perempuan dan anak, itu diungkapkan secara implisit," kata Titi di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Kamis (19/4/2018).

Titi menjelaskan, dalam konteks implisit ini, para calon tak merinci secara spesifik dan menyebutkan langkah atau agenda konkret yang akan mereka lakukan untuk kaum perempuan dan anak.

Padahal, dalam Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 telah diatur, visi dan misi program merupakan dasar dari dokumen rencana pembangunan. Artinya, andai terpilih, setiap pasangan calon wajib menjadikan dokumen pemaparan yang mereka berikan semasa pemilihan sebagai dasar dari rencana pembangunan.

Enggak serius

Atas dasar itu, Titi jadi curiga, jangan-jangan ke-37 pasangan calon itu tidak serius mengusung rencana pembangunan yang pro terhadap perempuan.

"Dokumen visi misi program itu sekadar formalitas untuk melengkapi dokumen pencalonan. Kalau tidak menyerahkan, maka mereka pendaftarannya tidak akan diterima," sebut Titi.

"Nah, konsep bahwa visi misi program ini yang mestinya menjadi dokumen yang betul-betul matang dan terencana, dan kemudian disiapkan melalui sebuah proses yang partisipatoris itu tidak muncul," tambahnya.

Baca Juga : Menagih Janji Pemprov untuk Perempuan Ibu Kota

Menurut Titi, idealnya, setiap dokumen pemaparan yang diberikan kepada KPU harus menjadi peta yang dapat menuntun setiap pasangan calon selama menjabat sebagai kepala daerah.

Segala hal yang tercantum dalam dokumen pemaparan itu, kata Titi harus terus dikomunikasikan dengan berbagai pihak, termasuk para pemilih dan konstituen.

Segendang sepenarian dengan Titi, Dewan Pakar Kaukus Perempuan Politik Indonesia, Lena Maryana Mukti mengatakan, seluruh visi dan misi pasangan calon idealnya sudah dimatangkan sebelum mendaftarkan diri menjadi calon kepala daerah. 

"Jangan ketika sudah pilkada kita baru menyiapakan gagasan. Memang harus ada konsolidasi dengan gerakan gerakan perempuan mengidentifikasi isu isu yang wajib diakomodir oleh pasangan calon," ucap Lena.

Tag: pilkada 2018 perlindungan perempuan dan anak