Drama Persidangan Setya ‘Si Melarat’ Novanto

This browser does not support the video element.

Jakarta, era.id - Drama demi drama tersaji dalam persidangan terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) Setya Novanto. Dari mulai mengaku sakit ketika surat dakwaan akan dibacakan oleh jaksa penuntut KPK, munculnya beberapa nama dalam persidangan dan di buku hitam, hingga akhirnya mantan Ketua Umum Partai Golkar itu menangis saat membacakan pleidoi.

Mengaku sakit saat dakwaan akan dibacakan

Saat surat dakwaan akan dibacakan, Novanto yang ketika itu mengenakan kemeja putih terlihat pucat dan  lemas. Ia bahkan harus dipapah oleh pengawal tahanan saat masuk ke dalam ruang sidang. Usut punya usut, Novanto mengaku dia harus bolak balik ke kamar mandi sebanyak 20 kali saat malam hari. Diare, katanya.

Tapi, jaksa penuntut justru tidak percaya kalau mantan Ketua DPR RI itu sakit. Jaksa KPK, Irene Putri, menyebut Novanto bohong dan berpura-pura sakit. Novanto bahkan dinilai sudah berusaha sakit sejak semalam sebelum sidang dakwaan. Menurut jaksa KPK, Novanto tidur nyenyak semalam sebelum sidang.

“Kami meyakini terdakwa dalam kondisi sehat dan dapat mengikuti persidangan. Ini keyakinan kami setelah apa yang disampaikan tiga dokter," kata Irene, dalam persidangan.

Meski Novanto terus mengaku sakit, hakim Yanto mencabut skors dan melanjutkan sidang. Jaksa KPK kemudian membacakan dakwaan terhadap Novanto.

Dalam dakwaan, Novanto disebut memperkaya diri sendiri, orang lain hingga korporasi. Dia didakwa dalam posisinya saat menjadi Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR.

Dalam uraiannya, jaksa mendakwa Novanto menerima uang bernilai fantastis, 7,3 juta dolar AS. Novanto juga disebut menerima jam tangan merk Richard Mille dari Andi Agustinus alias Andi Narogong dan Johannes Marliem seharga 135.000 dolar AS.

Drama buku hitam

Setiap persidangan kasus korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto, selalu membawa sebuah tas hitam. Di dalam tas itu, terlihat ada beberapa barang bawaan, seperti tempat kacamata dan sebuah buku bersampul hitam.

Sesaat sebelum persidangan yang beragendakan pemeriksaan saksi, buku yang membuat penasaran itu tersingkap dan diletakan di atas pangkuannya. Dari situ tampak ada beberapa tulisan tangan dan yang menonjol adalah tulisan ‘JUSTICE COLLABORATOR’. Kata itu ditulis dengan tinta hitam dan ada tiga tanda seru yang digoreskan dengan tinta berwarna merah.

Baca Juga : Sudah Banyak Fitnah untuk Ibas

Selain ada kata 'justice collaborator' ada juga tulisan dengan tinta hitam yaitu 'Nazaruddin' dengan garis ke bawah dan bertulisan 'USD 500.000'. Kata lain yang cukup mengejutkan, adalah kata 'Ibas' dan 'Ketua Fraksi' di buku itu. Ada tulisan ‘Nazaruddin’ juga yang merupakan Bendahara Umum Partai Demokrat saat itu.

Namun terkait dua nama yang ditulis Novanto dalam bukunya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan informasinya belum kuat secara hukum. Dia berharap publik tidak terjebak pada tulisan dalam buku yang belum disampaikan dalam persidangan.

“Jangan sampai terjebak dengan istilah buku hitam. Kalau itu hanya ditulis dalam buku tersebut, tentunya tidak akan memiliki kekuatan hukum yang tetap,” kata Febri, Selasa, (13/2).

Febri menilai, akan lain ceritanya bila Novanto menyampaikan nama-nama yang dia tulis dalam bukunya pada saat persidangan. Menurut Febri, KPK pasti akan memperdalam informasi tersebut

“Ketika itu disampaikan dalam proses persidangan, proses pro justicia, tentu kami akan melakukan kroscek dan melihat kesesuaian bukti-bukti yang lain,” ucap Febri.

Sebut anggota DPR terima uang

Saat pemeriksaan sebagai terdakwa, Setya Novanto menyebut nama-nama anggota DPR yang menerima aliran uang panas berkisar 500.000 dolar AS.

Menurut Novanto, berdasarkan laporan Andi Narogong, uang tersebut diberikan kepada anggota DPR melalui keponakannya --yang sudah jadi tersangka juga-- Irvanto Hendra Pambudi. Irvanto menjadi kurir agar mendapat pekerjaan dalam proyek nasional tersebut.

Sementara itu, Made Oka Masagung membantah pernyataan Novanto saat sidang pemeriksaan terdakwa. Bantahan ini disampaikan Made Oka melalui kuasa hukumnya, Bambang Hartono.

“Kalau menurut klien saya, pernyataan Setnov di muka pengadilan minggu lalu itu tidak benar. Itu sudah dibantah oleh yang bersangkutan,” kata Bambang yang mendampingi Made Oka di Gedung Merah Putih KPK, Senin (26/3).

Tangisan ‘si melarat’

Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini tak kuasa menahan tangisnya ketika membacakan nota pembelaan atau pleidoi di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor. Ia menangis kala membacakan biografi hidupnya.

"Dalam kesempatan ini izinkan saya menceritakan kesulitan dalam kisah hidup saya, sehingga diharapkan masyarakat dapat sedikit membuka mata dan tidak terus mencaci maki saya," ujar Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta, Jumat (13/4/2018).

Baca Juga : Novanto Menangis Ingat Anak dan Istri

"Saya bukan konglomerat ataupun orang kaya, saya lahir dan besar dari keluarga tidak mampu, tapi saya punya tekad yang besar untuk mengabdi pada negara ini," imbuh Novanto.

Sembari terisak, Novanto menceritakan perjalanan hidupnya. Dengan tersedu-sedu dirinya teringat pesan Presiden Amerika Serikat John F Kennedy.

"Jangan tanyakan apa yang negara berikan padamu, tapi apa yang kamu berikan pada negara," tuturnya menahan tangis.

"Pasca lulus SMA saya lanjutkan sekolah di Surabaya, untuk bertahan hidup dan bisa kuliah, berbagai macam kerjaan saya lakukan mulai dari jualan beras, madu hingga penjualan mobil saya lakoni dan ini jadi bagian sejarah hidup saya," paparnya.

Tak lupa, Novanto mengucapkan terima kasih kepada keluarga besar Hayono Isman. Sebab menurut Novanto dia telah berhutang budi.

Tangisan pun kembali pecah saat dia meminta maaf pada keluarganya. Awalnya, Novanto meminta maaf pada masyarakat Indonesia karena merasa gagal sebagai Ketua DPR. Namun air mata dan napas yang berat tak bisa terucap ketika Novanto meminta maaf kepada istri dan anaknya.

"Kepada istri dan anak-anakku tercinta, izinkan saya menyampaikan permohonan maaf kepada istri saya, Deisti Astriani...," ucap Novanto dengan suara yang sesenggukan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta, Jumat (13/4).

"Dan anak-anak saya, Rheza Herwindo dan Dwina Michaella yang masih bersekolah di Amerika Serikat ..., Giovanno Farrell, dan Gavriel Putranto," sembari terisak parau.

Mendengar Novanto menangis sesenggukan, Deisti yang duduk di kursi pengunjung tampak menyeka air matanya dengan tisu. Sesekali Novanto berhenti membacakan pleidoinya untuk minum, dan kembali melanjutkan membaca.

Meski menangis saat pledoi, toh, nyatanya tak mengurangi tuntutan jaksa KPK. Saat pembacaan tuntutan, Jaksa KPK menuntut terdakwa kasus korupsi e-KTP Setya Novanto dengan pidana penjara selama 16 tahun. Tak hanya itu Novanto juga didenda jaksa sebesar Rp1 miliar.

"Meminta pidana terdakwa Setya Novanto untuk dipenjara selama 16 tahun penjara, dengan denda subsider sebesar Rp1 miliar," kata Jaksa KPK dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (29/3/2018).

Baca Juga : Novanto Baca Puisi 'Di Kolong Meja'

Jaksa menyebut Novanto secara sah dan meyakinkan terlibat bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi. Novanto juga diminta jaksa untuk membayar uang pengganti sejumlah 7.435.000 dolar AS.

"Meminta Setya Novanto untuk membayar uang pengganti sejumlah 7.435.000 dolar AS, setelah dikurangi uangnya dikembalikan oleh terdakwa sejumlah Rp5 miliar selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan pengadilan peroleh kekuatan hukum yang tetap," jelas jaksa.

Jika tidak sanggup juga membayar, meski semua hartanya sudah dijual, hukuman Novanto akan ditambah tiga tahun.

Tag: setya novanto korupsi e-ktp korupsi bakamla kpk