Chef Juna: Pandemi, Saat Tepat Tingkatkan Keterampilan
ERA.id - Banyak berada di rumah di masa pandemi memberikan berkah tersendiri. Alih-alih mati gaya, pembatasan mobilitas menjadi waktu yang tepat untuk mengembangkan kemampuan diri.
Inilah momentum untuk meningkatkan kompetensi kita sebagai sumber daya manusia dengan skill spesifik. Apalagi, berbagai sarana menambah keterampilan bisa diakses sambil tetap berada di rumah.
“Siapa bilang hidup di luar negeri selalu enak? Bagi saya, masa di Amerika adalah masa perjuangan. Perlu ketangguhan, tekad bulat, dan mengambil langkah yang tidak banyak orang berani menempuhnya,” jelas Junior John Rorimpandey alias Chef Juna dalam Live Instagram Kartu Prakerja.
Juri program televisi ‘Master Chef’ yang dikenal paling cuek, tegas dan sering memberi komentar pedas ini berkisah, sebenarnya ia tak memiliki rencana sama sekali menggeluti dunia kuliner, bahkan sampai menjadi chef papan atas.
Pergi ke AS untuk menempuh pendidikan pilot, hidup Juna berubah haluan saat Indonesia dilanda krisis ekonomi 1998. Orang tua Juna mengalami kesulitan ekonomi sehingga memaksa Juna mencari uang sendiri untuk biaya hidupnya.
“Berbagai pekerjaan kasar saya lakukan sampai akhirnya dapat kesempatan jadi pelayan restoran Jepang di Houston,” kata Juna. Setelah dua pekan jadi waiter dan dinilai memiliki attitude bagus, kepala chef di restoran itu memintanya untuk menjadi sushi chef.
“Sebenarnya, dengan jadi chef pendapatan saya berkurang dibandingkan sebagai pelayan yang kerap mendapat tips dari tamu. Tapi, dengan usia 22 tahun hanya berijazahkan SMA, saya harus mengembangkan diri dan menambah skill khusus,” ucapnya, dalam keterangan tertulis, Kamis (12/8/2021).
Dengan ketekunannya, Juna akhirnya mendapat kesempatan menjadi warganegara Amerika Serikat melalui jalur permanent resident. Restoran tempatnya bekerja mensponsori Juna untuk memperoleh ‘Green Card’. Prosesnya tak mudah. Departemen Ketenagakerjaan Texas memantau terus selama lima tahun. Hingga akhirnya, hakim di pengadilan imigrasi mengabulkan permohonan itu.
“Saya ingat benar kalimat dari hakim saat mengetokkan palu: Welcome to the United States. Saya bangga, karena ketangguhan saya, saya bisa menjadi US permanent resident. Itu karena saya punya skillset yang tak dipunyai kebanyakan warga Amerika: menjadi sushi chef,” ungkapnya.
Hidup keras di Amerika mengajarnya untuk bekerja, bekerja, dan bekerja.
“Kalau tak bekerja, saya tak bisa dapat uang untuk makan. Saya harus ‘menangguhkan diri’, jangan sampai blunder. Gagal bukanlah pilihan,” tegasnya.
Hingga tibalah ‘Moment of Tangguh’ lain dalam diri Juna. Dengan menjadi chef terkenal di restoran Jepang ternama di Houston, kota terbesar keempat di AS, ia memiliki popularitas dan penghasilan cukup besar. Saat itulah datang Robert Gadsby, chef selebritas asal California yang bermaksud membuka restoran Prancis di Houston.
Robert Gadsby menawari Juna untuk membantunya. Tentu saja, ini pekerjaan yang sangat bertolakbelakang. Dari restoran Jepang ke Prancis. Selain itu, Juna harus kembali menjadi seorang cook alias tukang masak, bukan chef yang mengepalai seluruh kitchen di sebuah restoran.
“Gaji bulanan pun turun tinggal seperempatnya,” cerita pria yang pernah membintangi dua film horror ini.
Saat itulah, Juna merasa bahwa ia sudah kepalang tanggung masuk dunia kuliner. Ia berkomitmen serius menekuni bidang ini meski bukan berasal dari sekolah kuliner.
“Ibarat orang sudah kecebur dan basah sepinggang, mending saya nyelam sekalian,” tekadnya.
Hari-hari Juna kemudian dipenuhi dengan bekerja keras di bidang baru, dan mengisi hari libur dengan tenggelam di perpustakaan, mempelajari berbagai literatur masakan Prancis.
Pesannya adalah: kita harus terus membenahi kekurangan kita. Caranya, kita harus punya amunisi, jangan hanya asal badan. “Coba sesuatu yang baru dan jadi lebih pintar dengan memanfaatkan kemajuan teknologi,” papar pengajar ‘Kelas Memasak Bersama Chef Juna’ di Kelas.com ini.
Dalam sesi interaktif, Juna menjawab pertanyaan SobatPrakerja yang ingin mendapat resep bagaimana agar tidak takut dalam mencoba melakukan sesuatu?
“Saya tidak mau, jika sudah tua kemudian mikir ke belakang dengan pertanyaan ‘What If?’ Bagaimana jika di tahun sekian saya berani melakukan itu? Saya tak mau melewatkan kesempatan yang saya yakin saya mampu melakukannya tapi saya ragu-ragu. Saya malas hidup dalam penyesalan,” jawabnya.
Di akhir perbincangan, Juna menyatakan bahwa di masa pandemi ini industri kuliner termasuk yang terkena dampak parah selain bisnis perhotelan, pariwisata, dan lain sebagainya. Karena itu, ia berpendapat, tak ada jalan lain selain mengembangkan modal keterampilan yang kita miliki.
“Pada saat seperti ini kita harus menggali dan mengasah skill kita. Apapun bidang yang kita sukai. Jadi, saat nanti semua kembali normal, kita sudah well prepared, menerobos dunia baru yang terbuka dengan persaingan makin keras,” pungkasnya.