Pelanggaran Kode Etik Berat Hanya Dipotong Gaji, PSI: Pelecehan Integritas KPK, Lili Pintauli Layak Mundur

ERA.id - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendesak Wakil Ketua Lili Pantauli Siregar untuk mundur. Ia terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat karena berkomunikasi dengan Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial yang berstatus terperiksa. Dewan Pengawas (Dewas) KPK hanya memberi sanksi pemotongan gaji pokok.

"Seharusnya sanksi jauh lebih berat, yaitu diberhentikan atau yang bersangkutan diminta mengundurkan diri. Ini pelanggaran berat yang dampaknya adalah pelecehan terhadap integritas KPK. Sanksi potong gaji terlalu ringan. Bu Lili layak mundur," kata Juru Bicara DPP PSI, Ariyo Bimmo, dalam keterangan tertulis, Selasa (31/8/2021).

Bimmo menambahkan, sanksi itu menjadi preseden buruk penegakan aturan dan sangat merugikan kredibilitas KPK. Kepercayaan publik dibangun bukan hanya melalui banyaknya kasus korupsi yang diselesaikan, tapi bagaimana KPK dapat menyelesaikan pelanggaran yang dilakukan secara internal.

“Kalau sanksinya hanya seperti ini, jangan bermimpi pelanggaran semacam itu tidak akan terulang. Sementara, citra KPK sedang mengalami turbulensi. Kerja penegakan hukum KPK bakal diwarnai prasangka dan kecurigaan. Bukan seperti ini harapan masyarakat dengan hadirnya Dewan Pengawas KPK,” kata Bimmo.

Dewas KPK menyatakan Lili melakukan pelanggaran kode etik berat. Lili terbukti bertemu secara langsung dengan Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial, yang berstatus terperiksa.

Pada periode Februari hingga Maret 2020. Lili berkenalan dengan Syahrial di pesawat dalam perjalanan dari Kualanamu ke Jakarta. Padahal saat itu Syahrial sudah berstatus terperiksa dalam kasus dugaan korupsi di Pemko Tanjung Balai.

Lili dan Syahrial kemudian berkomunikasi intens seusai berkenalan setelah Lili memberikan nomor ponselnya.

Tidak hanya itu. Mantan anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu juga terbukti membawa embel-embel pimpinan KPK untuk pengurusan penyelesaian di PDAM Tirta Kualo Tanjung Balai, atas nama Ruri Prihartini.

“Kita memang belum berbicara tentang dugaan tindak pidana, tapi ini masalah etik dalam pemberantasan korupsi. KPK harusnya menjadi kiblat etik para penegak hukum di Indonesia,” tutup Bimmo.