Kirim Surat Peringatan untuk KPI Pasca Saipul Jamil Jadi Bintang Tamu di TV, KPAI: Kejahatan Seksual Menjadi Konsen Serius Negara
ERA.id - Pembebasan pedangdut Saipul Jamil pasca menjalani hukuman dari kasus pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur berbuntut panjang. Apalagi, mantan suami Dewi Perssik ini muncul dalam program acara televisi. Publik menilai pedangdut berusia 41 tahun itu sebaiknya tak muncul lagi di layar kaca.
Kini, juga muncul petisi boikot Saipul Jamil yang ditujukkan untuk Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Kini, petisi itu sudah ditandatangani lebih dari 400 ribu orang. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pun ikut menanggapi kasus Saipul Jamil yang sempat wara-wiri dilayar kaca pasca bebas dari penjara.
KPAI menegaskan perlindungan anak telah menjadi komitmen besar negara. Apalagi UU 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak secara tegas menyatakan perlindungan anak menjadi kewajiban semua pihak, baik negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat termasuk media, orangtua dan keluarga.
"Mencermati perkembangan pemberitaan pembebasan kasus SJ di sejumlah media massa, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah menerima banyak keluhan dari masyarakat, apalagi pemberitaan yang melibatkan mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak cenderungan berlebihan dan mengganggu semangat pemberitaan yang edukatif yang sejalan dengan tumbuh kembang anak," tulis Dr. Susanto, Ketua KPAI dari rilis yang diterima oleh Era.id.
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, berbunyi 'Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial'.
"Selain itu, menurut ketentuan Pasal 72 (5) Undang-undang No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, berisi 'Peran media massa dilakukan melalui penyebarluasan informasi dan materi edukasi yang bermanfaat dari aspek sosial, budaya, pendidikan, agama, dan kesehatan anak dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi Anak'," katanya.
KPAI mengatakan ketentuan yang dimaksud adalah isi siaran harus terpilih dan sehat untuk perkembangan anak serta beorientasi kepentingan terbaik bagi anak. Maraknya tayangan yang menampilkan figur pelaku kejahatan seksual terhadap anak bukan informasi yang tepat dan bersekesuaian dengan stimulasi perkembangan anak. Pemberitaan yang berlebihan justru rentan menimbulkan beragam dampak.
"Pertama, rentan berdampak imitaif bagi anak, karena meski ia mejadi pelaku kejahatan seksual, tetap terkesan terhormat. Kedua, rentan menimbulkan kesan bahwa pelaku kejahatan seksual terhadap anak merupakan hal biasa. Padahal kejahatan seksual terhadap merupakan kejahatan yang menjadi konsen serius negara. Ketiga, pemberitaan yang berlebihan dapat menggangu suasana batin masyarakat dan korban," ungkapnya.
Terkait hal ini, KPAI telah menyampaikan surat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) agar yang pertama memberikan himbauan dan edukasi secara berkelanjutan kepada lembaga penyiaran untuk menjaga marwah Lembaga penyiaran dalam menjalankan fungsi edukasi dan hiburan yang sehat.
"Kedua, melakukan penyesuaian Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dengan prinsip-prinsip perlindungan anak termasuk berorientasi perlindungan terhadap korban, saksi dan pelaku anak. Karena pemberitaan pelaku kejahatan seksual terhadap anak yang berlebihan rentan mengganggu psikologis korban, tidak sesuai dengan etika dan kepatutan penyiaran di ruang publik, serta dampak lainnya," tutupnya.