Menuntut Hak Menyusui buat Pekerja Wanita
Di masa menyusuinya kali ini, Rahmawati tak panik seperti kali pertama ia menjadi ibu, dua tahun lalu. Kini, Rahmawati tahu bahwa ia perlu sering-sering memerah ASI dan menyediakan sebanyak mungkin persediaan ASI untuk Nuri. Atau setidaknya, Rahmawati kini sudah bisa mengira-ngira, berapa botol ASI yang harus ia sediakan setiap harinya.
Meski begitu, kondisi semacam ini tak pernah mudah buat Rahmawati dan banyak wanita karier lain. Hal itu bahkan turut disoroti oleh Ray W Basrowi, pakar laktasi dari Departemen Kedokteran Komunitas Universitas Indonesia (UI). Menurut Ray, dilematika ini kerap dialami oleh wanita masa kini. Harus bekerja sekaligus menjalani kodrat sebagai ibu.
"Enam bulan setelah melahirkan merupakan masa paling stres bagi ibu, pertama harus meninggalkan bayinya untuk kembali bekerja, kedua memastikan bayinya mendapatkan ASI eksklusif," kata Ray, sebagaimana dikutip dari Antara, Selasa (1/5/2018).
Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), ada 80 juta pekerja perempuan di Indonesia. Sebanyak 55 persen pekerja perempuan bahkan tercatat berada di usia produktif. Artinya, banyak banget tuh perempuan yang bekerja dalam masa reproduksi.
Peran perusahaan
Sebenarnya ada solusi. Perusahaan-lah yang memegang peran penting untuk masalah ini. Tapi, menurut Ray, dukungan perusahaan untuk mengakomodir kepentingan laktasi kaum ibu sangat rendah. Hal itu terbukti dengan rendahnya akses laktasi di tempat kerja. Menurut Ray, hanya 21 persen pekerja yang memiliki akses fasilitas laktasi di tempat kerja. Menyedihkannya lagi, data menunjukkan hanya 19 persen pekerja sektor formal atau buruh yang mampu memberikan ASI eksklusif hingga enam bulan.
Hal itu jelas disayangkan, sebab menurut Ray, setiap bayi berhak mendapatkan asupan ASI secara maksimal. Apalagi, dampak positif laktasi optimal tak cuma buat bayi, tapi juga buat para ibu. Menyusui terbukti dapat menstabilkan tekanan darah sehingga memberi dampak kesehatan jangka panjang, termasuk memberikan perlindungan dari efek penyakit kardiovaskular.
Selain itu, dari sisi onkologi, risiko penyakit kanker dapat dikurangi hingga zero risk dengan menyusui. Bahkan, berbagai penyakit terkait reproduksi juga dapat dihindari dengan laktasi optimal. Sebab, ketika menyusui, hormon-hormon dalam tubuh seorang ibu akan memberikan umpan balik dan menekan pertumbuhan hormon kortisol yang menyebabkan stres. Tidak cuma itu, menyusui juga terbukti dapat memberi efek positif bagi metabolik dan endokrin karena ASI diproduksi dengan bantuan hormon.
Selain itu, menyusui dapat menurunkan berat badan ibu lebih cepat dalam periode delapan bulan setelah melahirkan. Hormon yang diproduksi selama menyusui mampu memberikan umpan balik dan efek laktasi bayi, disebut-sebut menghabiskan begitu banyak energi ibu. Jadi, enggak perlu repot-repot ke gym deh.
Sementara itu, ditarik ke aspek psikologis, menyusui mampu menekan stres hingga 80 persen. Ibu yang melalui proses laktasi dengan optimal terbukti membuat seorang ibu lebih bahagia. Sebab, menyusui mampu meningkatkan hormon endorfin dan serotin yang dapat berdampak pada peningkatan mood ke arah yang lebih positif.
Nah, canggihnya lagi, hal-hal tersebut bahkan diyakini mampu memberi dampak pada kelangsungan rumah tangga ke arah yang lebih baik. Sebaliknya, ketika seorang ibu berhenti menyusui, ia akan mudah marah akibat ketidakstabilan mood. Berhenti menyusui bahkan disebut-sebut dapat menyebabkan stres.
Bukan cuma karyawan sehat dan bahagia yang didapat perusahaan. Penelitian juga menunjukkan adanya korelasi antara proses laktasi optimal yang dilakoni seorang ibu dengan indeks Key Performance Indikator (KPI).
"Dengan berhasil memberikan ASI eksklusif, kepuasan kerja bisa mencapai 50 persen. Tentunya pemilik usaha juga senang karena lebih sedikit barang yang reject," kata Ray.
Tuntutan kebutuhan gizi
Kalau Ray bicara soal pentingnya melakoni laktasi optimal buat seorang ibu, Rita Ramayulis, seorang pakar gizi bicara soal pentingnya pemenuhan gizi bagi ibu hamil. Bagi Rita, tak ada kompromi, perusahaan harus memastikan gizi para ibu yang mereka pekerjakan terjaga dengan baik.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2012 disebutkan, tempat kerja (perusahaan, kantor pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta) harus mendukung program ASI eksklusif dengan memberikan fasilitas ruang laktasi dan memberikan kesempatan ibu bekerja untuk menyusui atau memerah ASI.
Soal itu, artinya perusahaan atau instansi tak boleh abai. Pasal 200 dan 201 Undang-undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 telah mengatur ganjaran bagi perusahaan dan instansi yang enggak mematuhi peraturan tersebut, yakni ancaman pidana kurungan paling berat selama satu tahun dan denda maksimal Rp100 juta. Untuk perusahaan, denda menjadi maksimal tiga kali lipat atau Rp 300 juta dan ancaman pencabutan badan izin usaha.
Rita menuturkan, andai implementasi peraturan tersebut dijalankan, seharusnya seluruh proses laktasi kaum ibu dapat dilakukan secara optimal, atau ya akan banyak banget perusahaan yang dipermasalahkan akibat tidak memfasilitasi kaum ibu menyusui.