Pembelajaran Tatap Muka Dimulai, Waspadai Masalah Psikososial Anak
ERA.id - ecara serentak hampir semua sekolah di Indonesia yang dinyatakan lolos layak untuk menggelar pembelajaran tatap muka terbatas (PTMT) mulai hari senin, 20 September 2021. Mayoritas orang tua mendukung adanya pembelaaran tersebut, karena sekolah dinilai sudah menerapkan prokes ketat secara maksimal.
Walaupun banyak orang tua yang sangat menyetujui adanya PTMT, tidak dipungkiri ada juga orang tua yang tidak mengizikan sang buah hati mengikuti pembelajaran langsung, di mana anak bisa bertemu teman-temannya.
Menurut Pakar Psikologi, Elvine Gunawan, orang tua yang tidak mengizinkan anak untuk tidak PTMT, memiliki dilema yang harus diterima, pasalnya tidak mudah memutuskan apakah anak siap untuk PTMT atau tidak, apalagi untuk yang dibawah 12 tahun.
"Terlepas dari kepanikan orang tua terhadap anak, perlu diperhatikan juga kondisi psikologi anak, apabila anak terlalu lama belajar di rumah, tentu kita tahu itu tidak efektif, fokus belajar anak yang menurun, lalu yang lebih parag adanya ketergantungan anak terhadap gadget," jelas Elvine kepada ERA.id, Selasa (21/9/2021).
Untuk dampak jangka panjang, Elvine mengungkapkan, anak berpotensi sulit bergaul, misalnya saat berinteraksi dan mengambil keputusan saat berkomunikasi dengan orang sebayanya.
Pola interaksi orang tua dan anak sangat diuji, karena kendala dari proses pembelajaran di rumah dan di sekolah tentunya sangat berbeda, seperti kurangnya aktivitas fisik sampai kurang berkembangnya daya kreativitas pada anak.
"Bagi orang tua, tentu banyak yang jadi konsekuensi dimana bisa menjamin anak berkembang sesuai usianya, ini bukan hanya dilihat pada saat masa pandemi saja, konsekuensi perkembangan anak dilihat dari perkembangannya di masa yang akan datang," papar Elvine.
Katanya, bagi orang tua yang tetap tidak bisa meralakan anak untuk bersekolah secara langsung, beberapa hal ini wajib diperhatikan.
1.Seimbang antara Online dan Interaksi Langsung
Pastikan anak melakukan kegiatan dengan orang lain selain di rumah, dimana anak bertemu dengan anak-anak yang sebaya, cara ini bisa mengobati perasaan anak yang merasa kesulitan bertemu teman sekelasnya, diganti oleh teman-teman sekitar rumahnya. Cara ini membuat anak merasa tidak sendiri menghadapi pandemi yang mengharuskannya diam di rumah saja.
2. Perkuat Komunikasi
Membuka komunikasi dengan buah hati, konsekuensinya bisa memberikan keputusan secara adil bagi orang tua dan anak, sehingga anak akan merasa kalau orang tuannya bisa mengerti apa yang diutarakannya.
Anak yang senang bercerita, tidak cukup dengan ingin didengar saja. Anak memiliki harapan untuk bisa dipahami, agar kedepannya dirinya akan terus nyaman berbagi dan berkomunikasi kepada orang tua.
3. Bermain Bersama
Sekolah daring sudah membuat anak jauh dari teman dekatnya, misalnya dengan teman sebangkunya. Peran orang tua dalam hal ini sangatlah penting, dimana anak dipastikan akan merasa bahagia walau tidak bertemu dengan teman-teman di sekolahnya.
Untuk itu, orang tua wajib meluangkan waktu untuk bermain bersama buah hati, sebagai solusi kesendirian anak dalam situasi tanpa memiiki teman sebangku atau teman berbagi cerita.
4. Aktivitas Keluarga
Beraktivitas bersama setelah anak sudah sekolah daring, termasuk hal penting. Hal ini akan membuat anak mengurangi penggunaan gadget. Pasalnya, saat anak sudah menggunakan gadget untuk bersekolah, orang tualah yang memiliki andil untuk memastikan anak lepas dari gadget yang membuat anak asik sendiri.
Salah satu contoh, buat jadwal tertulis dimana isinya adalah kegiatan buah hati di rumah, apabila anak selesai melaksanakan tugasnya, anak bisa mendapat bintang, apabila bintang yang dikumpulkannya sudah banyak, pastikan orang tua untuk memberikan penghargaan, misalnya membelikan barang yang disukai oleh anak. Hal tersebut, akan membuat anak merasa bahagia, walau berada di rumah.