Viral Napi Di Lapas Kelas I Tanjung Gusta Jadi Korban Penganiayaan Sipir, KontraS: Harus Diusut Tuntas Jangan Formalitas

ERA.id - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Sumatera Utara (Sumut) mendesak agar dilakukannya pemeriksaan secara profesional dan transparan terkait kasus dugaan penyiksaan tahanan di sel Lapas Klas I Tanjung Gusta Medan.

Koordinator Kontras Sumut M Amin Multazam Lubis mengatakan, pemeriksaan yang transparan tersebut akan lebih efektif jika melibatkan lembaga negara lain seperti Komnasham, Ombudsman dan LPSK.

"Artinya, pemeriksaan sebagai respon atas video viral itu bukan sekedar formalitas, yang penyelesaiannya cenderung di lakukan di tataran internal (tertutup). Jika terbukti bersalah, Pelaku wajib di proses secara hukum. Tentu saja wewenang itu ada di aparat penegak hukum (kepolisian)," kata Amin Multazam Lubis saat dikonfirmasi Selasa (21/9/2021).

Selain itu, Kontras juga mendorong adanya penyelidikan dan penyidikan oleh aparat kepolisian dalam mengungkap tindakan dugaan kekerasan terhadap warga binaan sehingga dapat dilakukan secara terang benderang.

Kata Amin, dugaan penganiayaan di Lapas Tanjung Gusta Kelas I Medan yang videonya viral sudah dikategorikan sebuah tindakan penyiksaan. Sebab praktek kekerasan yang dialami oleh orang tersebut justru terjadi saat ia berada dalam 'penguasaan' negara. Dalam hal ini berada dalam lembaga pemasyarakatan.

"Maka demikian itu memenuhi unsur penyiksaan. Secara defenisi, penyiksaan bisa kita rujuk melalui pasal 1 UU 5/1998, pasal 1 angka (4) UU 39/1999, pasal 9 huruf (f) UU 26/tahun 2000," ungkapnya.

Dijelaskannya isu penyiksaan di Lapas bukan persoalan baru dan menjadi rahasia umum. Oleh sebab itu peristiwa tersebut menjadi momentum yang tepat untuk memverifikasi Optional procedure Convention Against Torture (OPCAT).

Agar upaya pencegahan penyiksaan dan penghukuman yang tidak manusiawi bisa segera mempunyai payung hukum yang lebih jelas. Sekaligus melengkapai CAT yang sudah lebih dulu kita ratifikasi melalui UU No 5 Tahun 1998.

"Hak bebas dari penyiksaan itu merupakan hak asasi yang tak bisa dikurangi dalam situasi apapun," bebernya.

Sebelumnya, video seorang napi dengan kondisi badan memerah yang disebutkan menjadi korban penganiayaan beredar dan viral di media sosial.

Dalam video itu, perekam menyebut korban dianiaya oleh oknum sipir. Tidak hanya dianiaya, namun para napi kerap dimintai uang Rp30 juta sampai Rp40 juta.

"Inilah tindakan penganiayaan di Lapas Kelas 1 Medan. Kami bukan binatang. Kami juga manusia. Kami di deren disini sampai bertahun-tahun karena masalah kecil saja. Kami diminta uang 30 juta 40 juta baru bisa keluar. Kalau gak, kami dipukuli seperti ini kalau gak kasih uang," ucap perekam video.

Menanggapi peristiwa itu, Kepala Lapas Tanjung Gusta Kelas I Medan mengatakan saat ini pihaknya masih melakukan penyelidikan terkait video viral tersebut. Sejumlah saksi juga diperiksa untuk mengungkap kejadian itu.

"Kami sedang melakukan pemeriksaan terkait video itu. Memang benar kejadian itu terjadi di Lapas Tanjung Gusta Klas I Medan," ungkapnya.