Setelah Bos First Travel Dituntut 20 Tahun Penjara

Jakarta, era.id - Bos First Travel, Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan dituntut 20 tahun penjara dan denda Rp10 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan.

Tuntutan itu dibacakan jaksa penuntut umum Heri Jerman di Pengadilan Negeri Depok, Senin (7/5/2018). Andika dan Anniesa dikenakan UU nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Sedangkan, Kepala Keuangan First Travel yang juga Adik Anniesa Hasibuan, Siti Nuraida Hasibuan alias Kiki, dituntut 18 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun kurungan. Untuk Kiki, dia dijerat Pasal 378 KUHP karena terbukti dan meyakinkan melakukan penipuan perjalanan umrah. 

Tuntutan yang diberikan kepada masing-masing pelaku merupakan tuntutan maksimal. Namun untuk Kiki, tuntutan lebih ringan 2 tahun dibandingkan yang lainnya. 

Heri berpendapat, Kiki bukanlah aktor utama dalam kasus ini. Karena itu, tuntutan yang diberikan kepadanya tidak sebesar yang lain. 

"Kenapa beda? Kiki bukan pelaku utama. Bukan aktor intelektual, beda dengan Andika dan Anniesa. Itu yang membuat (tuntutan kepada Kiki) lebih ringan," kata Heri.

Infografis tuntutan bos First Travel (Yuswandi/era.id)

Sementara itu, dalam surat dakwaan, disebutkan ada 63.310 calon jemaah umrah jadi korban penipuan ini jasa pemberangkatan umrah ini. Mereka sudah membayar tapi tidak kunjung berangkat umrah. Adapun total uang yang telah dikumpulkan First Travel sekitar Rp905,3 miliar. 

Baca Juga : Jaksa Tuntut Bos First Travel 20 Tahun Penjara

Dalam tuntutan, dibacakan pula mengenai barang bukti yang disita dan akan dikembalikan kepada jemaah. Diketahui barang tersebut adalah uang sebesar Rp8,8 miliar, serta harta bergerak dan tidak bergerak yang diperkirakan berjumlah Rp30 miliar sampai Rp40 miliar. 

Barang itu dikembalikan kepada para calon jemaah First Travel untuk dibagikan secara merata dan proposional melalui pengurus pengelola aset korban First Travel yang bernama Perkumpulan Pengurus Pengelola Aset First Travel. 

"Yang jelas, ini tidak akan menutupi seluruh kerugian dari 60.000 jemaah. Aset-aset ini semua akan diserahkan ke pengurus (korban penipuan) bisa dibagi rata atau digunakan untuk keperluan lain," ungkap Heri. 

(Infografis hasil penipuan First Travel/era.id)

Kuasa hukum korban First Travel, Luthfi Yazid cukup puas dengan tuntutan maksimal 20 tahun yang diberikan JPU. Namun Luthfi menyesali denda yang diberikan pada terdakwa terbilang kecil dibanding uang yang telah mereka ambil untuk kepentingan pribadi. 

"Itu terlalu rendah, kerugiannya kan hampir Rp1 triliun, harusnya ratusan miliar (dendanya)," ujar Luthfi. 

Luthfi mempersilakan terdakwa mengajukan pleidoi dan mengarahkan agar hukum yang diberikan ke terdakwa diubah menjadi pasal penipuan dalam KUHP bukan pasal TPPU agar hukumannya lebih ringan.

Baca Juga : First Travel dan Fenomena Travel Umrah Bodong

Namun, Luthfi mengingatkan, penipuan yang dilakukan First Travel adalah penipuan extraordinary, di mana terdapat rencana yang tersusun sistematis. Ditambah, adanya skema ponzi yang memperkuat kasus tersebut sebagai tindak pidana pencucian uang. 

"Penipuan yang terstruktur, karena mereka memakai skema ponzi, masif karena korbannya mencapai 60.000 lebih," ujar Luthfi. 

Luthfi melihat beberapa kali kuasa hukum terdakwa membawa kasus ini kepada delik pidana penipuan, namun sayangnya fakta yang ditunjukkan berbeda dan mengarah kepada tindak pidana pencucian uang. 

Terakhir, uang yang dikembalikan oleh kejaksaan diakui tidak menutupi kerugian seluruh korban. Oleh sebabnya, Langkah selanjutnya Luthfi mendorong pemerintah pusat agar turun dan membantu para jemaah yang tidak bisa umrah. 

"Keputusan Menteri Agama nomor 589 tahun 2017 mengatakan seluruh uang diganti tanpa dipotong apapun. Tentang pelaksanaannya seperti apa, itu teknis, kok Lapindo diberikan bantuan, BLBI ditalangi sama pemerintah, kok ini enggak mau ditalangi jumlahnya kecil tapi ini menyangkut martabat orang kecil," ucap Luthfi.

Tag: sidang first travel travel dan umrah