Siapa yang Paling Rajin Lapor Gratifikasi?

Jakarta, era.id - KPK akhir-akhir ini tengah gencar mengusut kasus dugaan gratifikasi. Yang menonjol, KPK menjerat Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP) yang diduga menerima gratifikasi bersama dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemkab Mojokerto periode 2010-2015, Zainal Abidin. Penerimaan gratifikasi itu mencapai Rp3,7 miliar.

Tak hanya menjerat Mustofa, kasus penerimaan gratifikasi pun membuat Gubernur nonaktif Provinsi Jambi Zumi Zola Zulfikar menjadi tersangka dan ditahan KPK. Mantan aktor ini diduga menerima gratifikasi bersama Plt. Kepala Dinas PUPR Arfan terkait sejumlah proyek di Provinsi Jambi.

Sebenarnya cukup mudah agar penyelenggara negara tidak terjerat dalam dugaan tindak penerimaan gratifikasi. Ada dua cara yang bisa dilakukan, yaitu datang langsung ke Gedung Merah Putih KPK atau melalui pesan elektronik ke pelaporan.gratifikasi@kpk.go.id dan pelaporan online melalui website https://gol.kpk.go.id/login?.

Pelaporan pun harus dilakukan maksimal 30 hari kerja setelah penerimaan barang sehingga setelah melaporkan gratifikasi, penyelanggara negara kemudian dibebaskan dari ancaman pidana Pasal 12B UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

"Jadi tidak ada alasan lagi sulit melaporkan gratifikasi. Bahkan di sejumlah kementerian dan daerah sudah dibentuk Unit Pengendali Gratifikasi (UPG). Sehingga laporan dapat disampaikan melalui UPG setempat. Ini dibuat agar pelaporan gratifikasi dilakukan lebih mudah," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada awak media, Rabu (9/5/2018).

Febri menyebut, hingga saat ini kesadaran pelaporan gratikasi ini terus meningkat. KPK pun mencatat nilai gratifikasi yang ditetapkan jadi milik negara sejak Januari hingga April 2018. Berikut rinciannya: 

1. Uang dalam pecahan rupiah mencapai 1.402.449.699 rupiah

2. Uang dalam pecahan dolar Amerika mencapai 65.244 dolar AS

3. Uang dalam pecahan dolar Singapura mencapai 2.537 dolar Singapura

4. Uang dalam pecahan euro mencapai 374 euro

5. Barang dengan nilai sebesar 373.765.808 rupiah

6. Barang dengan nilai sebesar 65.244 dolar AS

7. Barang dengan nilai sebesar 876 pound sterling

8. Barang dengan nilai sebesar 83 euro

9. Barang dengan nilai sebesar 28.000 won Korea Selatan

Sementara untuk pelaporan barang, ada beberapa barang unik yang dilaporkan oleh para penerima gratifikasi tersebut selama tahun 2018. Sejumlah barang tersebut di antaranya, 1 hektare tanah, perjalanan wisata ke Eropa dan Cina, keris, mobil mewah, perhiasan emas dan berlian, minuman berupa wine, perjalanan umrah, uang tunai hingga 200.000 dolar AS, hingga suplemen gingseng.

"Sebagian pelaporan tersebut sedang dalam proses analisis. KPK diberikan waktu 30 hari kerja oleh Undang Undang untuk melakukan analisis hingga menetapkan apakah gratifikasi menjadi milik negara atau milik penerima," kata Febri.

Siapa yang paling rajin lapor gratifikasi?

Berdasarkan informasi yang diterima era.id, ada beberapa pejabat maupun penyelenggara negara lainnya yang rajin melaporkan gratifikasi yang didapatnya. Berikut rinciannya:

1. Abdurrahman Muhammad Bakri telah melakukan pelaporan gratifikasi sebanyak 59 kali. Ia merupakan penghulu pertama dari instansi Kementerian Agama.

2. Nila Djuwita Farid Anfasa Moeloek atau yang biasa dikenal Nila Moeloek yang kini menjabat sebagai Menteri Kesehatan terhitung melakukan pelaporan gratifikasi sebanyak 50 kali.

3. Harry Kriswanto yang merupakan Kepala Biro Kepegawaian dan Organisasi di Kementerian Perhubungan juga melaporkan gratifikasi sebanyak 48 kali.

4. Samanto yang merupakan penghulu pertama dari Kementerian Agama juga telah melaporkan gratifikasi sebanyak 38 kali.

5. Sandiaga Uno yang menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta tercatat telah melaporkan gratifikasi sebanyak 21 kali.

Sementara untuk Presiden Joko Widodo bersama beberapa nama lainnya juga masuk sebagai pelapor gratifikasi dengan nilai terbesar yang ditetapkan sebagai milik negara. Berikut daftarnya :

1. Presiden Joko Widodo melaporkan gratifikasi dengan nilai mencapai Rp58.772.209.856 yang kemudian ditetapkan sebagai milik negara.

2. Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla melaporkan gratifikasi dengan nilai mencapai Rp40.227.970.778 yang kemudian ditetapkan sebagai milik negara.

3. Kepala Bidang Pemprov DKI Jakarta juga melaporkan gratifikasi dengan nilai mencapai Rp9.869.875.600 yang ditetapkan sebagai milik negara namun pejabat ini namanya enggan untuk dipublikasikan.

4. Sudirman Said melaporkan gratifikasi dengan nilai mencapai Rp3.966.313.978 saat menjabat sebagai Menteri ESDM yang kemudian ditetapkan sebagai milik negara.

5. Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin melaporkan gratifikasi senilai Rp3.411.859.192 dan selanjutnya ditetapkan sebagai milik negara. 

6. Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansi Marsudi juga menjadi salah satu pelapor gratifikasi senilai Rp2.592.006.402 dan kemudian ditetapkan sebagai milik negara.

"Misalkan ada pelapor yang melaporkan dua kategori penerimaan uang atau barang, kemudian satu ditetapkan sebagai milik negara karena gratifikasi tersebut dianggap suap maka akan diterbitkan Surat Keputusan (SK) KPK tentang ketetapan status gratifikasi milik negara. SK tersebut membebaskan pidana Pasal Gratifikasi 12B tersebut," kata Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono saat dikonfirmasi era.id, Rabu (9/5/2018).

Adapun ancaman pidana dari penerimaan gratifikasi adalah  penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun. Sementara pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Sementara itu, pejabat yang diharuskan untuk melaporkan penerimaan gratifikasi adalah : Presiden dan Wakil Presiden, Menteri dan Wakilnya, Gubernur dan Wakilnya, Hakim, serta penyelenggara negara lainnya termasuk komisaris, direksi, pejabat struktural pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Tag: kpk