Gubernur NTT Akui Kemiskinan di Daerahnya Sebabkan Banyak Kasus Perdagangan Manusia
ERA.id - Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor B Laiskodat mengatakan bahwa permasalahan utama banyaknya kasus perdagangan manusia atau "human trafficking" di NTT karena kemiskinan.
"Berbicara soal 'human trafficking' atau perdagangan manusia ini diakibatkan oleh banyak penyebab. Salah satu penyebabnya adalah masalah kemiskinan," kata Laiskodat di Kupang dikutip dari Antara, Kamis (4/11/2021).
Hal ini disampaikannya saat membuka kegiatan seminar pelatihan media dan pembentukan jejaring jurnalis yang diikuti oleh puluhan wartawan baik dari media cetak, daring, radio dan televisi.
Kegiatan pelatihan dengan tema "Membongkar Kasus Perdagangan Orang di NTT" itu digelar oleh VIVAT Internesional Indonesia dan Migrant Care, Tempo Institute and Mensen Met een Missie yang dimulai pada Kamis hingga Minggu (7/11).
Orang nomor satu di NTT itu mengatakan bahwa saat ini angka kemiskinan di NTT mencapai 20,90 persen atau sekitar 1.168 orang miskin di NTT dari total jumlah warga NTT 5,4 juta jiwa.
"Untuk menangani masalah kemiskinan di Indonesia dan NTT, pemerintah pusat bersama Pemprov NTT telah melakukan berbagai upaya," ujar dia.
Ia juga mengatakan, pemerintah pusat telah membuat kebijakan bagaimana menangani orang miskin. Seperti pemberian bansos, PKH tunai.
Viktor juga mengatakan ada tujuh provinsi yang masuk dalam kategori kemiskinan ekstrim dan sedang ditangani yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua, Papua Barat, Maluku, NTT dan provinsi ini menjadi contoh penanganan untuk menangani kemiskinan ekstrem di Indonesia.
"Khusus di NTT ada 5 kabupaten yakni Rote Ndao, Manggarai Timur, Sumba Timur, Sumba Tengah dan TTS," kata Laiskodat.
Viktor juga mengapresiasi Vivat dan Zero human trafficking yang ingin menghapus kasus perdagangan di NTT dan pemerintah provinsi NTT ujar dia akan memberikan dukungan sesuai dengan kewenangannya.
Sementara itu Direktur VIVAT Internasional-Indonesia Sr. Genoveva Amaral, SSpS mengatakan, perdagangan orang adalah bentuk transaksional, tindakan yang melanggar harkat dan martabat manusia dan juga adalah tindakan melanggar HAM.
"Pemprov sudah lakukan berbagai tindakan untuk meminimalisir TPPO, Surat Gubernur NTT nomor 357 tahun 2008 dan kebijakan lainnya. Namun belum terlihat efektivitasnya dalam kasus perdagangan manusia di Indonesia dan NTT khususnya," ujar dia.
Ia pun berharap agar pelatihan bagi wartawan di NTT itu mampu membantu menginvestigasi berbagai kasus TPPO di NTT.