China Diterjang Hujan Salju Terburuk Selama 116 Tahun Terakhir, Suhu Turun 14 Derajat
ERA.id - Badai salju lebat menimpa beberapa bagian timur laut China, Minggu (7/11/2021). Hujan salju itu tercatat menjadi yang terburuk sekaligus tertinggi setelah 116 tahun berlalu.
Sejak Minggu (7/11/2021), China dilanda hujan salju yang sangat lebat dan menyebabkan banyak kekacauan. Sejumlah penerbangan terpaksa dibatalkan akibat hujan salju tersebut.
Tak hanya itu saja, menurut media Xinhua yang dikutip BBC, hujan salju juga menyebabkan penutupan sejumlah ruas jalan, gangguan transportasi umum, hingga penuruan suhu yang cukup drastis.
Kondisi ini diperburuk dengan pemadaman listrik yang menimpa sejumlah wilayah di China. Di ibu kota Shenyang, di provinsi Liaoning, rata-rata hujan salju mencapai 51cm.
Tumpukan salju itu tercatat menjadi yang tertinggi sejak tahun 1905 atau 116 tahun terakhir. Akibat tumpukan salju tersebut sejumlah stasiun jalan tol utama ditutup pada Selasa (9/11/2021) di provinsi Liaoning.
Penutupan itu membuat lalu lintas menjadi sangat padat dan menimbulkan kemacetan di sejumlah ruas jalan. Selain itu, stasiun kereta api dan bus juga ikut ditutup kecuali di kota-kota Dalian dan Dandong.
Peneliti meteorologi di kota Tongliao, Mongolia, mengatakan kepada Global Times bahwa badai salju adalah peristiwa cuaca ekstrem yang sangat acak dan tiba-tiba.
Tercatat sejak salju turun pada Minggu (7/11/2021), suhu udara di sejumlah kota mengalami penurunan yang cukup ekstrim. Setidaknya suhu beberapa bagian timur laut China terdeteksi mencapai 14 derajat.
Bahkan departemen meteorologi mengeluarkan peringatan merah yang merupakan peringatan paling parah dalam sistem empat tingkat.
Pihak berwenang mengatakan mereka berupaya untuk menjaga rumah tetap hangat dengan meningkatkan impor batu bara dan memaksimalkan kapasitas produksi energi. Pihaknya juga mendesak pasar dan toko kelontong untuk meningkatkan pasokan makanan dan menurunkan harga.
Diketahui wilayah timur laut China adalah salah satu daerah yang secara khusus terkena dampak pemadaman listrik bergilir pada September tahun ini, dengan kenaikan biaya yang berkontribusi pada kekurangan pasokan batu bara.
Pakar China telah menempatkan awal musim dingin ke fenomena iklim La Nina, yang telah menyebabkan prakiraan musim dingin yang pahit tahun ini di belahan bumi utara.
Zhao Huiqiang, seorang pejabat di Administrasi Meteorologi China (CMA), dikutip oleh media pemerintah mengatakan negara itu akan menghadapi gelombang dingin yang sering terjadi sepanjang musim.
Satu orang tewas dan lebih dari 5.600 orang terkena dampak setelah badai salju lebat di wilayah utara Mongolia Dalam. Dampaknya juga terlihat di provinsi Heibei, dengan Beijing mengalami penurunan suhu ke level terendah 10 tahun dan hujan salju awal dimulai pada 6 November hingga 23 hari lebih awal dari rata-rata.
China tercatat sangat bergantung pada batu bara untuk pembangkit listrik, meskipun pemimpin China Xi Jinping telah berjanji bahwa negaranya akan mencapai puncak emisi karbon dalam sembilan tahun.