Kuasa Hukum Angin Prayitno Sebut Nilai Pajak untuk Bank Panin Ditentukan Veronika Lindawati
ERA.id - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menggelar sidang lanjutan perkara dugaan suap terkait pengurusan nilai pajak tiga perusahaan besar.
Agenda sidang masih pemeriksaan terhadap saksi-saksi dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tim jaksa KPK menghadirkan empat saksi hari ini sebagai tindak lanjut pada persidangan sebelumnya. Pada persidangan kali ini, terdakwa pejabat pajak, Angin Prayitno Aji melalui kuasa hukumnya meluruskan dakwaan yang dirumuskan tim jaksa KPK soal kesepakatan nilai pajak untuk Bank Panin.
Di mana, dalam dakwaan jaksa KPK disebutkan bahwa pada 3 Agustus 2018 dilakukan pembahasan akhir nilai pajak Bank Panin yang dilakukan oleh tim pemeriksa dan perwakilan wajib pajak di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pada pembahasan tersebut, hasil akhir nilai pajak untuk PT Bank Panin disepakati oleh para pihak.
Padahal, pembahasan tersebut sebenarnya hanya formalitas saja. Sebab sebenarnya, nilai pajak untuk Bank Panin tersebut sudah ditentukan oleh Veronika Lindawati selaku kuasa wajib pajak sekaligus orang kepercayaan Bos Bank Panin, Mu'min Ali Gunawan.
"Padahal pembahasan itu hanya formalitas karena angka itu telah menyesuaikan permintaan Veronika Lindawati. Dakwaan tersebut ternyata tidak melihat BAP para staff pajak PT Panin Bank yang hari ini menjadi saksi," kata Kuasa Hukum Angin Prayitno Aji, Syaefullah Hamid di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (23/11).
Menurut Syaefullah, dalam BAP para saksi yang mengikuti proses pemeriksaan pajak dari awal sampai akhir, terungkap bahwa Bank Panin menanggapi hasil pemeriksaan yang ada dalam SPHP (Surat Pemberitahuan Pemeriksaan) dengan pernyataan tidak setuju. Sebab, berdasarkan keterangan para saksi seharusnya nilai yang muncul untuk PPh Badan adalah nihil.
"Karena tidak sesuai dengan perhitungan staff pajak, PT Bank Panin menyampaikan Tanggapan Wajib Pajak atas SPHP no PHP 69/PJ.04/2018 tanggal 01 Agustus 2018 dengan nomor 325/DIR/EXT/ 18 yang ditandatangani oleh Direktur Keuangan dan Presiden Direktur yang menyatakan tidak setuju terhadap seluruh koreksi PPH Badan," ungkapnya.
Dalam surat sanggahan tersebut, dibeberkan Syaefullah, Bank Panin minta kepada tim pemeriksa pajak DJP untuk menyerahkan detail temuan atas pemeriksaan pajak tersebut. Namun demikian, tim pemeriksa pajak tidak pernah menanggapi permintaan dari PT Bank Panin sampai SKPKB diterbitkan.
"Demikian juga dalam BAP staff perpajakan PT Bank Panin lainnya bahwa para saksi juga mengatakan bahwa tanggal 3 Agustus 2018 PT Bank Panin diminta hadir dalam Pembahasan Akhir menyatakan bahwa Ikhtisar Pembahasan Akhir terlihat bahwa PT Panin Bank tetap menyanggah apa yang menjadi koreksi pemeriksa pajak pada PPh Badan," papar Syaefullah.
"Dalam rapat tersebut Tim Pajak PT Bank Panin tidak setuju terhadap hasil Pemeriksaan Tim Pajak atas kurang Bayar PPh Badan sebesar Rp 303.001.545.700. Pada risalah tersebut, menyatakan bahwa sanggahan PT Bank Panin tidak diterima oleh tim Pemeriksa DJP hingga terbit Surat Ketetapan Kurang Bayar (SKPKB)," imbuhnya.
Karena tidak setuju atas Surat Ketetapan (SKPKB) tersebut, klaim Syaefullah, PT Bank Panin mengajukan permohonan pengurangan dan pembatalan SKPKB PPh Badan pertama. Permohonan Pengurangan dan Pembatalan ini sebagian diterima oleh Ditjen Pajak sehingga PT Bank Panin telah menerima pengembalian kelebihan Pembayaran sebagian sebesar Rp160.386.878.050.
Kemudian, atas sisa kekurangan bayar sebesar Rp134.307.686.450 PT Bank Panin mengajukan gugatan dan hingga kini masih dalam proses di Pengadilan Pajak.
"Dari fakta persidangan sejauh ini ternyata keterangan saksi-saksi yang dihadirkan yang terdiri dari para staf perpajakan PT Bank Panin bertolak belakang dengan surat dakwaan yang mengatakan bahwa pembahasan akhir yg dilakukan oleh tim pemeriksa dan perwakilan Wajib Pajak dengan hasil para pihak setuju sebagaimana Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan Ikhtisar Hasil Pembahasan Akhir," pungkasnya.
Diketahui sebelumnya, jaksa KPK mendakwa mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP Kemenkeu, Angin Prayitno Aji, serta bekas Kepala Sub Direktorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan DJP, Dadan Ramdani, telah menerima uang Rp5 miliar dari petinggi Bank Panin, Veronika Lindawati.
Uang itu diduga suap terkait pengurusan rekayasa nilai pajak Bank Panin. Dalam dakwaannya, Angin Prayitno dan Dadan Ramdani disebut menerima uang Rp5 miliar karena telah merekayasa kewajiban bayar pajak Bank Panin dari sebesar Rp926.263.445.392 (Rp962 miliar), menjadi Rp303.615.632.843 (Rp303 miliar).
Jika dikalkulasikan, kewajiban bayar pajak Bank Panin dipotong oleh Angin dan Dadan sejumlah Rp622 miliar. Dalam surat dakwaan Angin dan Dadan, terungkap juga bahwa Veronika Lindawati merupakan orang kepercayaan Bos Bank Panin Mu'min Ali Gunawan. Veronika diduga ditugaskan untuk mengurus dugaan pengemplangan pajak tersebut.
"Untuk menegosiasikan penurunan kewajiban pajak Bank Panin, Bank Panin menugaskan Veronika Lindawati sebagai orang kepercayaan dari Mu'min Ali Gunawan selaku pemilik PT Bank Pan Indonesia, Tbk," beber Jaksa KPK melalui surat dakwaannya, Rabu, 22 September 2021.
Nama Mu'min Ali Gunawan kembali disebut dalam persidangan selanjutnya. Mu'min Ali Gunawan disebut sebagai orang mengutus Veronika Lindawati untuk bernegosiasi terkait pengurangan nilai pajak dari Bank Panin. Hal itu terungkap ketika anggota pemeriksa pajak pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Kementerian Keuangan, Febrian menjadi saksi.