Menaker: Pelaksanaan UU Cipta Kerja Termasuk Pengaturan Pengupahan Masih Tetap Berlaku
ERA.id - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menegaskan, regulasi mengenai upah minimum tetap mengacu pada aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Hal ini merespons banyaknya desakan agar aturan pengupahan, khususnya upah minimum regional (UMR) 2022 direvisi pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu.
Ida menegaskan, putusan MK tidak memabatalkan materi dan substasi serta aturan turunan dari UU Cipta Kerja. Artinya, perundang-undangan sapu jagat itu masih tetap berlaku hingga dua tahun ke depan.
"Seluruh materi dan substansi serta aturan sepenuhnya tetap berlaku tanpa ada satu pasal pun yang dibatalkan oleh MK. Atas dasar itu, berbagai peraturan pelaksana UU Cipta Kerja yang telah ada saat ini, termasuk pengaturan tentang pengupahan masih tetap berlaku," kata Ida dalam keterangan tertulisnya yang dikutip pada Jumat (3/12/2021).
Ida mengatakan, peraturan pelaksanaan klaster ketenagakerjaan yang menjadi mandat UU Cipta Kerja telah selesai dan diterbitkan sebelum putusan MK diumumkan. Karena itu, proses pengambilan kebijakan ketenagakerjaan saat ini harus tunduk pada aturan tersebut, tidak terkecuali mengenai pengupahan.
"Oleh karenanya, saya kembali meminta kepada semua pihak khususnya para Kepala Daerah untuk mengikuti ketentuan pengupahan sebagaimana diatur dalam PP 36/2021. Saya juga mengingatkan bahwa dalam PP tersebut tidak hanya mengatur tentang UM saja, tetapi juga terkandung aturan struktur dan skala upah yang harus diimplementasikan oleh pengusaha," tegas Ida.
Ida menambahkan, upah minimum merupakan instrumen jaring pengaman bagi pekerja dan buruh yang bekerja di bawah 12 bulan. Mereka tidak boleh dibayar di bawah upah minimum.
Dalam pelaksanaanya, upah minimum provinsi (UMP) ditetapkan oleh gubernur setiap tahunnya. Gubernur juga dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota (UMK) dengan catatan rata-rata pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota dalam tiga tahun terakhir lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi. Jika syarat tidak terpenuhi, maka Gubernur tidak dapat menetapkan UMK.
"Formula UMP dan UMK pada PP 36/2021 ditujukan agar kesenjangan upah minimum antar wilayah, baik antar Provinsi maupun antar Kabupaten/Kota tidak semakin melebar," kata Ida.
"Kita optimis dengan mengatasi jurang kesenjangan ini, daya saing akan terungkit, iklim investasi dan dunia usaha kian bergairah yang berdampak pada penciptaan dan perluasan kesempatan kerja. Ujungnya, tentu kembali pada peningkatan kesejahteraan masyarakat," imbuhnya.
Lebih lanjut, Ida menegaskan bahwa mediator hubungan industrial dan pengawas ketenagakerjaan berkomitmen dalam mengawal pelaksanaan UM 2022 maupun penerapan struktur skala upah (SUSU) di perusahaan. Mediator akan membantu serta memfasilitasi penyusunan SUSU, sedangkan Pengawas harus siap melakukan monitoring dan penegakan hukum khususnya di bidang pengupahan.
"Saya telah menginstruksikan agar Mediator dan Pengawas Ketenagakerjaan untuk siap siaga membantu dan mengawasi pelaksanaan UM 2022 serta penerapan SUSU. Jika ditemukan pelanggaran, saya meminta para Kepala Daerah untuk ikut tegas dalam menindaklanjuti hasil pemeriksaan pengawas ketenagakerjaan di daerah. Mari kita bersama-sama ciptakan ekosistem upah yang berkeadilan," pungkasnya.