9 Poin Aturan Perppu Cipta Kerja yang Diprotes Buruh
ERA.id - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2/2022 tentang Cipta Kerja telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada Jumat, 30 Desember 2022. Terkait hal tersebut, ada beberapa aturan Perppu Cipta Kerja yang diprotes buruh.
Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, isi Perppu Cipta Kerja tidak berbeda jauh dengan UU omnibus law. Sebanyak 9 poin pembahasan serikat buruh terkait Perppu Cipta Kerja.
“Sikap kami menolak atau tidak setuju dengan isi Perppu Cipta Kerja, setelah mempelajari menelaah mengkaji salinan Perppu No. 2/2022 yang beredar di media sosial. Ada 9 poin yang kami sandingkan dengan UU omnibus law dan UU No. 13/2003,” jelas Said, Minggu, 1 Jannuari 2023, dikutip Era dari Bisnis.com.
9 Aturan Perppu Cipta Kerja yang Diprotes Buruh
Sebanyak 9 poin menjadi sorotan Said dkk. Kesembilan poin itu terkait penetapan upah minimum, outsourcing, pesangon, ketentuan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), pemutusan hubungan kerja (PHK), tenaga kerja asing (TKA), sanksi pidana, jam kerja, dan cuti panjang.
Hal pertama yang disoroti adalah penetapan upah minimum (UM). Said menjelaskan, para buruh menolak aturan penetapan UM menggunakan terminologi indeks tertentu tanpa penjelasan indeks yang dimaksud.
Dia menegaskan, para buruh atau pekerja meminta kenaikan UM ditetapkan berdasar inflasi yang ditambah pertumbuhan ekonomi. Hal lain yang diprotes oleh buruh adalah tidak adanya ketentuan terkait aturan upah minimum sektoral, padahal buruh ingin ada hal tersebut.
Selain itu, Said Iqbal juga menaruh perhatian pada ketentuan dalam Pasal 88 Perppu No. 2/2022 yang bunyinya, “Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pengupahan diatur dalam Peraturan Pemerintah”. Dia fokus pada pengubah-ubahan formula yang bisa dilakukan oleh menteri terkait.
“Dalam keadaan tertentu pemerintah dapat menetapkan formulasi baru, artinya menaker bisa ubah-ubah formula. Semua sektor industri bisa diubah-ubah, kan tidak semua sektor tidak mampu, ada yang mampu. Jangan mengubah-ubah formula!” ungkapnya.
Kedua, Said Iqbal meminta agar alih daya tetap diizinkan dengan penjelasan jenis-jenis pekerjaannya. Ketiga, terkait ketentuan pesangon. Perppu Cipta Kerja dinilai tidak mengubah ketentuan yang ada di UU Ciptaker sehingga haru kembali ke UU No. 13/2003.
Keempat, para buruh meminta adanya periode untuk PKWT yang sesuai UU No. 13/2003. Kelima, PHK yang dilakukan oleh perusahaan harus sudah mengantongi izin dari Direktorat Jenderal Perhubungan Hubungan Industrial dan Jaminan Ketenagakerjaan Kemenaker.
Keenam, para buruh meminta tenaga kerja asing unskilled atau buruh kasar dilarang bekerja di Indonesia. Ketujuh, meminta mengembalikan ketentuan terkait sanksi pidana ke UU No. 13/2003.
Kedelapan, aturan terkait jam kerja diminta dikembalikan ke UU yang sama dengan sanksi pidana. Kesembilan, para buruh meminta agar tetap ada cuti panjang.
Mosi Tidak Percaya kepada DPR
Said Iqbal memprotes isi Perppu No. 2/2022, tetapi dia lebih membahas diterbitkan Perppu dibandingkan mengembalikan UU Cipta Kerja ke Pansus dan Baleg di DPR.
“Memandang revisi terhadap omnibus law Cipta Kerja adalah melalui jalur Perppu dengan pertimbangan mosi tidak percaya DPR, untuk sekarang. Adanya pengalaman di awal pembahasan omnibus law beberapa tahun lalu, di mana buruh, petani, dan nelayan merasa dibohongi sehingga muncul mosi tidak percaya kepada DPR,” papar Said.
Meski demikian, dia menilai Perppu Cipta Kerja lebih tidak jelas dalam mengatur UU Cipta Kerja. Hal senada disampaikan oleh Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar.
Dia menilai Perppu No. 2/2022 membuat UU Cipta Kerja semakin tidak jelas. Selain itu, Perppu tersebut terkesan menjadi upaya agar UU Cipta Kerja tidak diganggu.
“Aturan ini semakin tidak jelasn, putusan MK dilawan dan ada upaya memaksakan agar UU Ciptaker tidak diganggu. Alih daya tetap dibolehkan utk seluruh pekerjaan. Kalau di UU No.13/2003 alih daya hanya untuk pekerjaan penunjang,” terang Simboel.
Aturan Perppu Cipta Kerja yang diprotes buruh cukup banyak. Hal tersebut lantaran Perppu No. 2/2022 tidak menjawab harapan para buruh terkait UU Cipta Kerja yang mereka tolak.