KPK Tetapkan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi Sebagai Tersangka Suap

ERA.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi dan delapan orang lainnya sebagai tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintahan Kota Bekasi.

Mereka menyandang status tersangka setelah adanya operasi tangkap tangan (OTT) di Kota Bekasi, Jawa Barat, Rabu (5/1) kemarin.

Delapan orang lainnya yang juga menyandang status tersangka di antaranya Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP, M. Bunyamin; Lurah Kati Sari, Mulyadi alias Bayong; Camat Jatisampurna, Wahyudin; Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi; Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril; pihak swasta, Lai Bui Min alias Anen; Direktur PT Kota Bintang Rayatri, Suryadi dan Camat Rawalumbu, Makhfud Saifudin.

“KPK menetapkan sembilan orang tersangka,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam keterangannya, Kamis (5/1/2022).

Firli menjelaskan, kasus yang kini menjerat Rahmat Effendi dan delapan tersangka lainnya bermula dari pemerintah kota Bekasi yang menetapkan APBD-P tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan nilai total anggaran sekitar Rp286,5 miliar.

Ganti rugi dimaksud di antaranya pembebasan lahan sekolah di wilayah Rawalumbu senilai Rp21,8 miliar, pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar, pembebasan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar dan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.

Pria yang karib disapa Pepen itu diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi, di antaranya dengan menggunakan sebutan untuk sumbangan masjid.

Selanjutnya pihak-pihak tersebut menyerahkan sejumlah uang melalui perantara, yang merupakan orang-orang kepercayaannya yaitu Jumhana Lutfi yang menerima uang sejumlah Rp4 miliar dari Lai Bui Min alias Anen.

“Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi periode 2018-2022 diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek pengadaan dimaksud serta meminta untuk tidak memutus kontrak pekerjaan,” ucap Firli.