Kasus Perselisihan Properti, Advokat Bongkar Dugaan Kriminalisasi

ERA.id - LQ Indonesia Lawfirm kembali mengungkap praktek kotor oknum Polda Metro Jaya dalam mengkriminalisasi advokat, diduga dibekingi oleh oknum Jenderal Bintang dua dan oknum Konglomerat Properti.

Dalam keterangan persnya kepada media, Sugi selaku Kabid Humas LQ Indonesia Lawfirm menjelaskan, para Advokat dari LQ Indonesia Lawfirm hari ini menerima Surat kuasa dari dua orang Advokat Dr. Ike Farida dan seorang Kuasa hukum Farida dalam perkara Perdata, setelah mereka menghubungi LQ di 0817-9999-489.

"Kedua advokat tersebut diduga dikriminalisasi oleh Oknum Polda Metro Jaya atas perselisihan dengan oknum konglomerat properti nasional," ujar Sugi, Jumat (7/1/2022).

Sugi menjelaskan, kronologis singkat perkaranya berawal saat Advokat Dr. Ike Farida, SH, LLM membeli satu unit Apartemen Casa Grande Residence yang dijual oleh PT Elite Prima Hutama, anak perusahaan Pakuwon Grup, Konglomerat Properti asal Surabaya Jawa Timur.

"Apartemen tersebut di beli lunas secara tunai, seharga Rp3 miliar lebih (sambil menunjukkan bukti Pelunasan pembayaran tertanggal 6 Juni 2012). Namun dengan alasan dianggap ketika menikah tidak punya perjanjian pra nikah, maka Developer menolak untuk melakukan PPJB atas unit tersebut, walau sudah lunas dibayar," kata Sugi.

Karena setelah beberapa bulan sejak pelunasan, tidak ada itikat baik developer untuk menyerahkan unit, Dr Ike Farida, SH, LLM selaku konsumen pembeli apartemen melaporkan pihak pengembang ke Polda Metro Jaya dengan LP # 3621/X/2012/PMJ Ditreskrimum tanggal 20 Oktober 2012, setelah proses lidik, sidik dan gelar perkara, melalui SP2HP ke 10 tanggal 28 Nopember 2013, di informasikan oleh penyidik bahwa Alexander Tedja (pemilik perusahaan developer Pakuwon) dan Stefanus Ridwan (Direktur Utama Pakuwon) beserta para terlapor lain ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Metro Jaya, dan berkas perkara di limpahkan ke Kejaksaan.

Setelah berkali-kali berkas perkara bolak-balik kejaksaan dan PMJ untuk memenuhi petunjuk jaksa, akhirnya PMJ lakukan gelar perkara lagi dan memutuskan untuk menghentikan perkara tersebut melalui sp2hp ke 17, tanggal 26 September 2014.

"Atas hal ini, Dr Ike Farida, SH, LLM melakukan aduan resmi ke Propam atas dugaan pelanggaran etik dalam penanganan perkara, yang mana sudah ada tersangka namun dihentikan dengan alasan "tidak cukup bukti", namun aduan etik tersebut tidak ditindaklanjuti oleh Propam PMJ," jelas Sugi.

Sugi menambahkan, kasus tersebut bisa saja melecehkan UU Advokat karena oknum developer tersebut diduga Makelar kasus.

"Kami berikan bukti percakapan sang oknum dalam penanganan klien lainnya, klien LQ pernah ditawarkan oleh oknum developer tersebut agar kasus dijalankan Polda Metro Jaya," kata Sugi.

Dr. Ike Farida kemudian di laporkan balik atas dugaan memberikan keterangan palsu di persidangan oleh pihak Developer sebagai upaya dan alasan tidak memberikan unit properti yang sudah dimenangkan dalam persidangan MA di tingkat peninjauan kembali dengan LP # LP/ B/4738 / IX/2021/SPKT/PMJ tanggal 24 September 2021.

Proses LP diproses Polda Metro Jaya sangat cepat dan janggalnya, kuasa hukum Dr Ike Farida di kasus Perdata dalam perkara tersebut, tanpa pemeriksaan klarifikasi langsung dijemput paksa oleh 6 penyidik Jatanras tanpa memberikan surat apapun sebelumnya.

"Pada akhir bulan Desember 2021. Ketika banyak orang berkerumun dan berdatangan, akhirnya 6 oknum Jatanras PMJ pergi meninggalkan lokasi," ungkap Sugi.

Kedua Advokat yang menjadi korban kriminalisasi, merasa oknum Polda Metro Jaya dalam hal ini melakukan penyimpangan proses dan hukum acara pidana lalu meminta bantuan LQ Indonesia Lawfirm.

Farida kemudian menyatakan dukungannya terhadap visi dan misi LQ Indonesia Lawfirm untuk menciptakan Kepolisian yang bersih, adil dan profesional.

Sementara itu, advokat Alvin Lim menyoroti, perkara ini menjadi bukti tumpulnya Polri ke atas.

"Logika saja semua orang hukum tahu, apa syarat penetapan tersangka seseorang? Menurut KUHAP tersangka itu adalah orang yang diduga melakukan kejahatan dengan alat bukti yang cukup dalam pasal 183 KUHAP dijelaskan alat bukti cukup itu minimal dua," jelas Alfin Lim.

Jadi jelas ketika menetapkan menjadi tersangka penyidik sudah memiliki alat bukti yang cukup. Lalu bagaimana mungkin kemudian karena ketidakmampuan penyidik untuk memenuhi petunjuk berkas Kejaksaan, lalu Penyidik semena-mena menghentikan penyidikan dengan alasan tidak cukup bukti.

"Disinilah kami para Advokat bersih dan lurus, menyoroti kewenangan Polri yang dilakukan seenak jidatnya sendiri. Pelanggaran kedua adalah tidak patuhnya Polri terhadap UU Advokat mengenai hak imunitas kuasa hukum Dr Ike Farida (yang sedang bertugas sebagai Advokat) mau dijemput paksa dan diintimidasi untuk dijadikan saksi dalam perkara melawan kliennya sendiri. Ini jelas ngawur dan melanggar pasal 16 UU No 18 Tahun 2003 Tentang Advokat berbunyi "Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan," tegasnya.

Biar masyarakat melihat, bagaimana seorang konsumen dan advokat wanita yang sudah keluar uang Rp 3 Milyar untuk membeli apartemen dan berjuang keras secara jalur hukum untuk mendapatkan haknya selama 10 tahun menang di pengadilan, malah balik di kriminalisasi.

"Advokat saja diinjak-injak dan dilecehkan oleh oknum Polri, lalu bagaimana masyarakat awam yang buta hukum, bukankah akan mampus ditindas? Hal inilah yang menjadi perjuangan mengapa saya berteriak keras," ucap Alvin Lim.