Ujaran Kebencian Usai Teror Bom
Bukan empati yang mereka tunjukan, tapi tudingan-tudingan tak berdasar yang mereka simpulkan dari peristiwa teror bom itu. Padahal, aksi teror ini menyebabkan puluhan orang jadi korban, belasan di antaranya jadi korban meninggal dunia.
Unggahan mereka pun dijadikan bukti untuk aparat penegak hukum melakukan penindakan. Meski sudah ada yang dihapus, jejak digital tidak mudah hilang. Apalagi, warganet telah meng-capture unggahan itu dan dijadikan barang bukti.
Mereka pun ditangkap polisi dan diancam undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman mencapai puluhan tahun penjara.
1. Amaralsyah Dalimunthe
Amaralsyah Dalimunthe seorang Satpam Bank Sumut ditangkap aparat Polres Simalungun karena unggahannya di Facebook mengandung ujaran kebencian. Di akun Facebooknya, dia mengunggah kalimat 'Di Indonesia tidak ada teroris, itu hanya fiksi, pengalihan isu'.
Kalimat itu dijadikan barang bukti untuk polisi menjerat dia dengan Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45.A ayat (2) Undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang ITE atau Pasal 14 ayat (1) atau (2) Undang-undang nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan hukum pidana.
2. Himma Dewiyana Lubis
Sabtu 19 Mei 2018, aparat Polda Sumut menangkap Dosen Sumatera Utara Himma Dewiyana Lubis karena unggahannya di Facebook yang mengatakan bom di tiga gereja di Surabaya hanyalah sebuah pengalihan isu.
Polisi kemudian menyangkakan Himma dengan tindak pidana ujaran kebencian, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE. Saat diperiksa polisi, Himma mengaku terbawa emosi dan suasana hingga status itu dia unggah.
Baca Juga : Lawan Ujaran Kebencian dengan Ujaran Kebaikan
3. Diana Nadia
Diana Nadia menjadi sasaran amarah warganet karena statusnya di Facebook yang menyebut bom di tiga gereja di Surabaya adalah rekayasa dan pengalihan isu. Tapi, setelah jadi bulan-bulanan, status itu dia hapus dan diganti dengan permintaan maaf. Hingga kini, polisi masih mencari Diana.
4. Fadly Moonik
Fadly Moonik ditangkap oleh tim aparat Polres Bolaang Mongondow, Gorontalo, 17 Mei 2018. Dia ditangkap karena unggahan di akun Facebooknya yang berisi menyamakan para korban bom di tiga gereja Surabaya dengan binatang. Dia mendefinisikan jumlah korban dengan kata-kata 'ekor'.
Dia adalah seorang guru lepas di MTs Hidayatullah, Desa Ibolian, Bolaang Mongondow. Selain menempuh proses hukum, Fadly juga dipecat dari pekerjaannya.
Baca Juga : Sebarkan Ujaran Kebencian dan Hoaks, ASN Bakal Dihukum
5. Fitri Septiani Alhinduan
Kemudian, Kepala Sekolah SMP 9 Simpang Hilir, Kayong Utara, Pontianak, Kalimantan Barat, Fitri Septiani Alhinduan, yang dijadikan tersangka pada 16 Mei 2018. Dua statusnya di Facebook menjadi bukti ujaran kebencian yang Fitri lakukan.
Di statusnya, dia bilang, teror bom di Surabaya adalah sebuah drama yang ditujukan untuk meminta tambahan anggaran program anti-teroris.
Aparat Polda Kalbar kemudian menjeratnya dengan Pasal 45A Ayat 2 jo Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Selain harus menghadapi proses hukum, dia juga dipecat dan kariernya terhenti.
6. BUK
15 Mei 2018 aparat Polres Lhokseumawe menangkap PNS di Lhokseumawe berinisial BU (48) karena menyebarkan ujaran kebencian setelah teror bom Surabaya di akun Facebook miliknya. Ujaran kebencian itu ditujukan pelaku kepada Pemerintah maupun Polri.
Pelaku dikenakan UU ITE. Saat diusut, pelaku juga telah menyebarkan status di Facebook-nya yang menyinggung SARA sejak Januari 2017.
Baca Juga : Teror Hoaks di Tengah Ledakan Bom
7. WF
Aparat Polda Aceh menangkap seorang ibu rumah tangga berinisial WF karena diduga menyebarkan ujaran kebencian berbau SARA melalui Facebooknya terkait peristiwa ledakan bom di tiga gereja di Surabaya. WF ditangkap polisi pada 14 Mei.
Dia pun dijerat dengan pasal yang disangkakan kepada tersangka meliputi Pasal 45A ayat 2 Jo Pasal 28 ayat 2 sesuai dengan UU RI No. 19/2016 perubahan atas UU RI No. 11/2008 tentang Informasi Transaksi Eletronik (ITE).