Ramai Kritik Aturan Jual Beli Tanah Wajib Punya BPJS Kesehatan: Bertentangan dengan Niat Jokowi untuk Debirokratisasi
ERA.id - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mewajibkan kartu BPJS Kesehatan sebagai syarat untuk melakukan jual beli tanah dan rumah. Aturan baru ini merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Namun, kebijakan baru terkait pertanahan itu ramai dikritik oleh anggota DPR RI.
Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKS Mardani Ali Sera menilai, kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil itu justru bertentangan dengan keinginan Presiden Joko Widodo yang berniat memacu roda perekonomian di tengah masyarakat.
"Dengan adanya syarat tambahan, ini bertentangan dengan niatnya Presiden Jokowi sendiri yang notabene dua di antara lima program Pak Jokowi ialah deregulasi dan debirokratisasi," kata Mardani kepada wartawan, Senin (21/2/2022).
Mardani juga menilai, aturan tersebut tidak proposional karena menyulitkan masyarakat melakukan transaksi jual beli tanah. Selain itu, menurutnya pemerintah melakukan pemaksaan terhadap warganya untuk memiliki kartu BPJS Kesehatan.
Oleh karenanya, Mardani menilai bahwa aturan ini adalah bentuk keputusasaan Pemerintah dalam tujuannya untuk memperkuat BPJS Kesehatan. Sebab, masyarakat seperti dipaksa untuk memiliki kartu jaminan kesehatan.
"Karena ini sifatnya pemaksaan, bukan edukasi, justru tidak akan memperkuat BPJS Kesehatan. Harusnya ada cara lain untuk kita memperkuat BPJS Kesehatan tersebut, tidak dengan mengaitkannya ke proses jual-beli atau ke persoalan administratif lain, seperti pembuatan KTP dan sebagainya. (Jika ini yang terjadi), itu bisa dilihat sebagai bentuk keputusasaan Pemerintah dalam mengarusutamakan BPJS Kesehatan," kata Mardani.
Sementara Wakil Ketua Komisi II DPR RI Luqman Hakim mendesak Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil mencabut kebijaknnya terkait kewajiban kartu peserta BPJS Kesehatan jadi syarat jual beli tanah. Menurutnya, aturan baru itu konyol dan sewenang-wenang.
"Saya minta Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil membatalkan kebijakan kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai syarat dalam layanan pertanahan," tegas Luqman kepada wartawan, Sabtu (19/2).
Luqman menilai seharusnya Sofyan selaku menteri di Kabinet Indonesia Maju memberikan masukan kepada Presiden Joko Widodo bahwa ada aturan dalam Inpres tersebut yang keliru. Dengan begitu, aturan yang ada bisa direvisi dan tidak merugikan rakyat.
"Jangan malah sebaliknya, bersikap seolah tidak tahu ada masalah dan langsung melaksanannya," kata Luqman.
Lebih lanjut, politisi PKB ini menilai, aturan baru tersebut sangat konyol dan sewenang-wenang. Selain karena tidak ada hubungannya antara jual beli tanah dengan BPJS Kesehatan, secara kontitusi pun dijelaskan bahwa kepemilikan tanah dan jaminan sosial kesehatan merupakan hak rakyat yang harus dilindungi negara.
Karenanya, dia menduga ada niat jahat di balik lahirnya kebijakan tersebut. Niat jahat yang sengaja ingin membentukan antara Presiden dengan rakyatnya sendiri.
"Lahirnya kebijakan ini membuat saya curiga adanya anasir jahat yang menyusup di sekitar Presiden Jokowi dan jajaran kabinetnya dan dengan sengaja mendorong lahirnya kebijakaan yang membenturkan presiden dengan rakyat," kata Luqman.
Untuk diketahui, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (KemenATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengeluarkan aturan baru mengenai jual-beli tanah dan rumah.
Dalam Surat Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT) Kementerian ATR/BPN Nomor HR.02/153-400/II/2022, tertulis kartu peserta BPJS Kesehatan menjadi syarat jual-beli tanah dan rumah.
"Setiap permohonan pelayanan pendaftaran peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun karena jual beli harus dilengkapi dengan fotokopi kartu peserta BPJS Kesehatan," bunyi surat yang ditandatangani Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Suyus Windayana, dikutip pada Sabtu (19/2/2022).
Syarat baru jual beli tanah dan rumah ini efektif berlaku mulai 1 Maret 2022. Hal itu tertuang dalam Surat Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT) Kementerian ATR/BPN Nomor HR.02/164-400/II/2022 tertanggal 16 Februari 2022.
"Pelaksanaan ketentuan ini mulai berlaku pada 1 Maret 2022," bunyi surat tersebut.
Dalam surat tersebut juga menginstruksikan agar Kepala Kantor Wilayah BPN dan Kepala Kantor Pertanahan diminta aktif untuk mensosialisasikan pemberlakuan aturan ini kepada pihak terkait.