Aktivis 98 Siap Tangkal Radikalisme dan Terorisme
Kini, mereka kembali berkumpul di hotel Sahid Jaya, Jakarta Pusat, menyatakan musuh baru yang perlu dihadapi yaitu radikalisme dan terorisme.
Ketua Indoprogress, Eli Salomo mengakui jika gerakan mahasiswa saat itu merupakan gerakan radikalisme, namun untuk mengubah sistem yang tidak berkeadilan. Adapun radikalisme hari ini berbeda, bertujuan menghilangkan keadilan yang dulu diperjuangankan oleh mahasiwa.
"Hari ini jadi tanggung jawab kita. Kita harus akui 20 tahun ini diskursus soal kebangsaan terhentikan dengan diskursus terhadap perubahan peradaban rakyat dan indonesia," kata Eli dalam acara diskusi kebangsaan gerak bersama melawan radikalisme dan terorisme, Selasa (29/5/2018).
Direktur Eksekutif Lembaga Studi Kebangsaan 1998, Nuryaman Berry Hariyanto menambahkan jika hari ini kondisi kebatinan Indonesia sedang terkoyak, oleh hoaks, ujaran kebencian dan radikalisme yang menyebar.
Berry yang saat ini bekerja sebagai staf ahli di Kominfo mengungkapkan, Kominfo telah memblokir 3.000 akun penyebar radikalisme dan terorisme di Indonesia. Meski demikian masih ada 9.000 akun lagi yang masih aktif menyebar paham tersebut.
"Hoaks menyebar ujaran kebencian sebagai menu kita sehari-hari, hoaks adalah pertarungan ideologi yang menunggangi petarungan politik," ungkap Berry.
Bahkan lebih jauh, Berry mengutip hasil penelitian salah satu kampus ternama di Indonesia di mana ditemukan dari 78 napi eks radikalisme dan terorisme yang diwawancari dalam penelitian tersebut, 80 persennya mengaku belajar terorisme dari dunia maya, paling aktif lewat Telegram.
Para aktivis sepakat jika media sosial memberi andil besar dalam penyebaran terorisme, namun mereka menolak jika agama Islam di balik semua itu. Islam disepakati sebagai agama yang memegang prinsip toleransi beragama dan menjamin hak-hak minoritas.
"Awal radikalisme lahir dari fakta monopoli kebenaran, radikalisme Indonesia sekarang tidak bisa kita samakan dengan agama tertentu dalam hal ini Islam," ujar Aktivis 98, Wahab Talaohu
Wahab menambahkan, di Indonesia telah terjadi transfer ideologi atau transnasional ideologi di mana paham radikalisme dan terorisme berusaha masuk dari luar Indonesia, hasilnya, para aktivis satu suara jika radikalisme sebagai musuh baru di era reformasi setelah orde baru.
Baca Juga : Radikalisme Akar Permasalahan Terorisme di Indonesia