Pesan Buruh ke DPR RI: Lahirkan Regulasi yang Tidak Menjadi Polemik
ERA.id - Ketua Kongres Aliansi Serikat Buruh (KSBI) sekaligus perwakilan Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak), Nining Elitos meminta DPR RI bersama pemerintah menghasilkan regulasi yang dalam proses pembuatannya melibatkan aspirasi publik. Sehingga, regulasi yang dihasilkan tidak menjadi polemik.
Hal itu dia sampaikan usai bertemu dengan pimpinan DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/4/2022).
Nining menilai, selama ini DPR RI kerap membuat regulasi tanpa melibatkan partisipasi publik. Padahal seharunya masukan dari rakyat menjadi prioritas dalam pembentukan regulasi.
"Seharusnya partisipasi publik menjadi prioritas ketika melahirkan kebijakan. Dan kami berharap, baik DPR maupun pemerintah dalam melahirkan bermacam regulasi yang seharusnya memang melibatkan partisipasi publik," kata Nining.
"Sehingga ketika regulasi ini sudah ketuk palu, tidak menjadi polemik," tegasnya.
Nining mengatakan, selama ini banyak regulasi yang dihasilkan oleh DPR RI dan pemerintah berunjung menjadi polemik. Sebab, para pembuat kebijakan itu tidak pernah melibatkan publik dalam pembahasannya.
Menurut Nining, yang kerap dilakukan oleh pemerintah hanya sebatas sosialisasi tanpa pernah mendengar ataupun menampung aspirasi.
"Problemnya hari ini adalah, regulasi seringkali tidak melibatkan partisipasi publik yang dilakukan oleh pemerintah atau regulasi yang dilahirkan hanya sosialisasi. Berbeda sosialisasi dengan partisipasi publik," tegas Nining.
Untuk diketahui, kelompok buruh dan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Indonesia (AMI) menggelar aksi demo di depan Gedung DPR RI, Jakarta.
Sejumlah perwakilan kemudian diundang masuk ke Kompleks Parlemen saat demo masih berlangsung, dan bertemu dengan pimpinan DPR RI yang diwakili oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dan Rachmad Gobel.
Dalam audiensi itu, Nining menyinggung soal Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang rencananya akan segera direvisi. Dia mengingatkan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa UU Cipta kerja inkonstitusional bersyarat.
"Artinya cacat formula dan harus diperbaiki bagaimana pembuatannya. Karena pembuatan Omnibus Law Cipta Kerja sangat tidak partisipatif, tidak memberikan ruang demokrasi, akses, bahkan juga pemanfaatan terhadap kepentingan rakyat mayoritas," kata Nining.
Sebagai informasi, aksi demo di depan Gedung DPR RI yang digawangi oleh kelompok buruh Gebrak dan mahasiswa AMI berlangsung damai.
Mereka menyuarakan 10 tuntutan dalam aksi demo tersebut. Diantaranya yaitu menghentikan pembahasan UU Cipta Kerja, hentikan kriminalisasi terhadap gerakan rakyat, menurunkan harga BBM serta bahan-bahan pokok seperti minyak goreng, turunkan tarif PDAM, listrik, pupuk, PPn, dan tol.
Kemudian mendesak agar koruptor ditangkap dan diadili, memiskinan koruptor, redistribusi kekayaan nasional. Selanjutnya mendesak pengesahan Rancangan Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT) dan berikan perlindungan bagi buruh migran.
Berikutnya wujudkan reforma agraria,tolak penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden RI, berikan akses partisipasi publik dalam pembahasan Revisi UU Sisdiknas, dan tolak revisi UU Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja.