Diduga Kerjaan Mafia Tanah, Petani di Tangerang Resah Muncul Klaim Patok Lahan

ERA.id - Para petani di Desa Kalibaru, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang dibuat resah dengan bermunculannya patok atau penanda atas lahan yang diduga merupakan perbuatan para mafia tanah dan tanpa sepengetahuan atau pemberitahuan terlebih dahulu.

Pantauan dilokasi, patok yang terbuat dari bambu dan dicat warna merah di bagian atas tidak diketahui dipasang oleh siapa. Namun warga menyebut modus bambu yang dicat sebagai penanda ini memang sering terjadi dan dijadikan tradermark oleh para mafia tanah.

Para petani khawatir pematokan tersebut bagian kerja dari mafia tanah yang selama ini kerap terjadi di wilayah Pantura Kabupaten Tangerang.

“Saya tidak tahu siapa dan kapan patok-patok ini dipasang. Namun patok-patok ini mulai ada sejak hari Senin (6/6/2022) lalu," kata Doni salah seorang petani, Senin (13/6/2022).

Doni menyebutkan, patok-patok itu tersebar di sejumlah tempat,  Padahal menurut Doni dirinya sampai saat ini tanah yang mereka garap masih sepenuhnya milik atasannya.  

"Tanah itu masih sepenuhnya milik boss saya dan tidak pernah dijual, jadi kenapa itu dipatok?! kami warga para petani sudah turun temurun berada di lahan ini untuk mencari nafkah," tegasnya.

Menyikapi keresahan warganya, penduduk setempat berniat akan mencabuti patok-patok tersebut. Pasalnya pihak desa juga mengklaim tidak mendapatkan pemberitahuan apapun terkait pemasangan patok-patok di lahan milik warga tersebut.

"Kami anggap itu patok liar, makanya akan perintahkan aparatur desa untuk mencabuti patok-patok tersebut," katanya.

Sebelumnya Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil mengakui bahwa selama ini ada praktik-praktik penyerobotan lahan yang disinyalir dilakukan oleh mafia tanah.

Bahkan dalam operasi mafia tanah itu pihaknya juga menindak 125 pegawai dijatuhi sanksi atas berbagai pelanggaran. Mereka yang terbukti menyalahgunakan kewenangannya untuk melancarkan aksi mafia tanah pun telah diberikan sanksi  bahkan hingga pemecatan.

Sofyan pun memaparkan mafia tanah memiliki sejumlah modus dalam aksinya dengan cara permufakatan jahat di antaranya:

1. Menerbitkan dan/atau menggunakan lebih dari satu surat alas hak berupa girik/pipil/kekitir/yasan/letter c/ surat tanah perwatasan/register/surat keterangan tanah/surat pernyataan penguasaan fisik atau nama lain yang sejenis, surat keterangan tidak sengketa, atau surat-surat lainnya yang berhubungan dengan tanah yang dibuat dan kerjasama dengan kepala desa/lurah kepada beberapa pihak terhadap satu bidang tanah yang sama.

2. Menerbitkan dan/atau menggunakan dokumen yang terindikasi palsu terkait tanah ataupun akta akta lain yang menggunakan otoritas dari kepala desa/camat ataupun lurah setempat guna untuk mengintimidasi pihak pemilik tanah yang dipaksa menjual.

3. Melakukan okupasi atau penguasaan tanah tanpa izin di atas tanah milik orang lain (Hak Milik/HGU/HGB/HP/HPL) baik yang sudah berakhir maupun yang masih berlaku haknya.

4. Merubah/memindahkan/menghilangkan patok tanda batas tanah yang sudah ada turun temurun.

5. Mengajukan permohonan sertifikat pengganti karena hilang, sementara sertifikat tersebut masih ada dan masih dipegang oleh pemiliknya atau orang lain dengan itikad baik, sehingga mengakibatkan terdapat dua sertifikat di atas satu bidang tanah yang sama.

6. Mafia tanah juga memanfaatkan lembaga peradilan baik kepolisian ataupun pengadilan untuk mengesahkan bukti kepemilikan atas tanah. Pertama, mengajukan gugatan dengan menggunakan surat yang tidak benar, sehingga ketika gugatan tersebut diputus dan telah berkekuatan hukum tetap surat tersebut dijadikan sebagai alas hak pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

7. Kemudian mengajukan gugatan di pengadilan untuk dinyatakan sebagai pemilik tanah, sedangkan pemilik tanah yang sah sama sekali tidak mengetahui atau tidak dijadikan sebagai pihak dalam gugatan tersebut.

8. Dengan melakukan pembelian terhadap tanah yang masih menjadi objek perkara dengan tidak baik dan mengupayakan agar putusan pengadilan tersebut berpihak kepadanya/kelompoknya.