Gejolak 'Emansipasi Kursi Kemudi' Perempuan Arab Saudi
Kini, Samira tinggal menunggu surat izin mengemudinya (SIM) diterbitkan untuk ia bisa betul-betul menyetir mobilnya sendiri. Perempuan yang menggeluti profesi psikolog ini percaya, hari bersejarah ini akan mengubah hidup kaum wanita Arab Saudi.
"Kami siap, dan itu akan mengubah hidup kami sepenuhnya," kata Samira sebagaimana dilansir Antara.
Perempuan lainnya, Sabika al-Dosari mengatakan, kebijakan ini merupakan kemajuan besar dalam penghapusan diskriminasi terhadap kaum wanita. Ia yakin, dengan kebijakan ini, perempuan-perempuan Arab Saudi akan lebih mandiri.
Sabika bilang, sejak izin ditetapkan di tengah malam waktu setempat, ia langsung mengendarai mobilnya. Dan ia lega, sebab ia telah merasakan nikmatnya berkendara sendiri, meski hanya beberapa menit.
Ketimbang Samira, Sabika memang lebih siap. Jika SIM Samira masih diproses, Sabika malah sudah memegang surat sakti itu sejak beberapa waktu lalu sejak larangan mengemudi bagi perempuan dicabut oleh otoritas.
"Hari-hari ketika kami menunggu supir selama berjam-jam telah berakhir," katanya.
Juni tanggal 4 lalu, Arab Saudi mulai memproses sejumlah SIM khusus kaum hawa, berbarengan dengan pencabutan larangan mengemudi bagi mereka. Pencabutan larangan tersebut merupakan bagian dari program Pangeran Mohammed bin Salman, Putra Mahkota Kerajaan Arab yang ingin memodernisasi berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat Arab Saudi.
Selain mencabut larangan mengemudi, kerajaan juga telah memodernisasi sejumlah aspek lain, seperti membuka bioskop hingga memberi izin perempuan untuk menonton pertandingan sepak bola di dalam stadion.
Meski begitu, sejumlah hal kenyataannya masih dilarang bagi perempuan Arab Saudi. Membuka rekening bank atas nama sendiri misalnya, atau bepergian sendiri tanpa pendampingan atau izin tertulis dari ayah atau suami.
Penangkapan aktivis
Ibarat sebuah revolusi, modernisasi budaya Arab Saudi enggak luput dari pergolakan. Beberapa kelompok konservatif masih keras menentang kebijakan ini. Bahkan, penangkapan terhadap pegiat emansipasi pun dilakukan kelompok konservatif pemegang otoritas.
Delapan aktivis diketahui ditangkap dalam upaya mereka mendorong pencabutan larangan mengemudi bagi perempuan. Para aktivis itu telah ditahan sejak bulan lalu atas tuduhan pengkhianatan.
Loujain al-Hahtloul diyakini sebagai salah satu aktivis yang ditangkap. Selain tuduhan pengkhianatan, Loujain juga dituduh telah bekerja sama dengan pihak asing.
Loujain sendiri telah beberapa kali ditahan atas berbagai aksinya, termasuk ketika dirinya mengemudi melintasi perbatasan menuju Uni Emirat Arab pada 2014 lalu.
Atas aksi itu, Loujain ditahan selama 73 hari. Selain Loujain, puluhan perempuan Arab Saudi juga ditangkap karena mencoba mengemudi.
Selain penangkapan yang dilakukan otoritas, sejumlah masyarakat konservatif --terutama kaum pria-- juga melakukan kampanye penolakan izin mengemudi buat perempuan.
Di media sosial, mereka ramai-ramai memasang hashtag "Kamu tidak akan menyetir" sebagai wujud protes mereka terhadap kebijakan ini. Entah apa alasan penolakannya, sebab kalau aku pribadi sih malah senang saat disopirin istri.
Gejolak masyarakat
Memang, izin berkendara ini begitu rumit untuk diimplementasikan. Soal ini sih saya pegang Indonesia. Bayangkan, di saat masyarakat Indonesia mulai jengah dengan eksistensi ibu-ibu "belok kanan pasang sign kiri", Arab Saudi masih sibuk berdebat soal emansipasi di kursi kemudi.
Selain pertentangan dari masyarakat konservatif dan kaum lelaki, sejumlah kaum wanita pun nyatanya masih terlalu nyaman dengan konsep lama, dengan adanya seorang laki-laki yang mengemudikan mobil untuk mereka.
Fayza al-Shammary misalnya, seorang pramuniaga berusia 22 tahun yang menyatakan dirinya enggak akan menyetir meski kebebasan itu telah diberikan pada mereka.
"Saya tidak akan menyetir ... Saya suka menjadi puteri dengan seseorang membuka pintu mobil untukku dan mengantar saya ke mana-mana," kata Fayza.
Selain itu, Fayza mengaku khawatir menghadapi pelecehan ketika dirinya bepergian seorang diri. Maklum, perempuan Arab Saudi memang lebih terbiasa dengan kehadiran seorang kerabat pria untuk menjaga mereka.
Solusinya, Fayza mendorong agar pemerintah Arab Saudi segera mengesahkan Undang-Undang (UU) baru yang mengatur sanksi berat bagi para pelaku pelecehan seksual.
Pemerintah Arab Saudi sendiri hingga saat ini belum banyak melakukan hal untuk mengakomodir implementasi izin berkendara ini. Sejauh ini, Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi baru sampai tahap menyusun pembentukan satuan polisi lalu lintas perempuan.