Selisih Tujuh Suara dari Kepulauan Marshall, Arab Saudi Gagal Jadi Anggota Dewan HAM PBB

ERA.id - Arab Saudi gagal menduduki kursi Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa usai hanya menempati posisi keenam. Kegagalan ini menjadi pukulan telak bagi Riyadh, terlebih kalah dari Kepulauan Marshall dengan perbedaan tujuh suara.

Anggota Dewan Hak Asasi Manusia yang berpusat di Jenewa dipilih oleh Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 orang di New York, Rabu (9/10), dalam pemungutan suara rahasia dalam kelompok geografis untuk memastikan representasi yang merata.

Kelompok Asia-Pasifik, yang mencakup Arab Saudi, adalah satu-satunya perlombaan kompetitif dengan enam kandidat yang bersaing untuk mendapatkan lima kursi.

Arab Saudi berada di urutan keenam dengan 117 suara, di belakang Kepulauan Marshall (124), Republik Korea (161), Siprus (167), Qatar (167), dan Thailand (177).

"Arab Saudi, pelaku pelanggaran hak asasi manusia yang kurang ajar seharusnya tidak diizinkan untuk duduk di Dewan Hak Asasi Manusia. Kami lega bahwa cukup banyak Negara yang mempertimbangkan catatan mereka tentang hak asasi manusia saat memberikan suara," kata direktur program Layanan Internasional untuk Hak Asasi Manusia (ISHR) di New York, Madeleine Sinclair, dikutip laman resmi ISHR, Kamis (10/10/2024).

"Catatan Arab Saudi adalah daftar panjang berbagai jenis pelanggaran yang harus ditangani oleh Dewan: mulai dari kejahatan kekejaman, hingga penindasan masyarakat sipil dan kriminalisasi pembela hak asasi manusia perempuan, baik di dalam maupun di luar perbatasannya," sambung Madeleine.

Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, Kenya, Republik Ceko, Makedonia Utara, Bolivia, Kolombia, Meksiko, Islandia, Spanyol, dan Swiss terpilih menjadi anggota dewan. 

Sementara Benin, Gambia, dan Qatar terpilih kembali untuk masa jabatan tiga tahun kedua. Diketahui, anggota dewan tidak dapat menjabat lebih dari dua periode berturut-turut.

Anggota terpilih yang baru akan memulai masa jabatan mereka pada 1 Januari 2025.

Pemungutan suara pada hari Rabu dilakukan ketika kelompok anti-eksekusi Reprieve mengatakan Arab Saudi telah mengeksekusi sedikitnya 212 orang tahun ini, melampaui rekor tahunan kerajaan sebelumnya yaitu 196 orang yang dieksekusi pada tahun 2022 dan 172 orang yang dieksekusi pada tahun 2023.

Bukan hanya itu saja, catatan HAM kerjaan diperiksa oleh rekan-rekannya di proses Tinjauan Berkala Universal (UPR) PBB mengatakan Arab Saudi melakukan kejahatan terhadap pekerja asing dan migran serta kekerasn berbasis gender.

"Untuk tahun ketiga berturut-turut, ketika diberi pilihan nyata, Negara-negara menolak kandidat yang kurang berhak, menolak memberikan aktor-aktor kuat yang melanggar hak-hak dasar kemampuan yang lebih baik untuk membelokkan proses hak asasi manusia utama demi kepentingan mereka," ujar direktur ISHR, Tess McEvoy.

Mohammed Bin Salman, atau MBS, sebelumnya mengatakan kerajaan sedang berupaya untuk mereformasi pendekatannya terhadap hukuman mati.

Namun, sejak ia mengambil alih kekuasaan melalui kudeta istana pada tahun 2017, MBS menghadapi kecaman internasional karena menindak tegas para pembangkang. Dia juga diduga memberi perintah untuk membunuh jurnalis oposisi Saudi Jamal Khashoggi pada tahun 2018.

Akan tetapi, pemerintah Saudi telah membantah keterlibatan putra mahkota dan menyatakan bahwa pembunuhan Khashoggi dilakukan oleh kelompok teror.

Lebih lanjut, ISHR mendesak negara-negara dengan catatan hak asasi manusia yang kuat dan yang sungguh-sungguh berkomitmen untuk memajukan hak asasi manusia untuk mencalonkan diri dalam pemilihan umum dan menghindari menampilkan daftar yang bersih di badan-badan PBB, untuk menjaga agar pemilihan umum ini kompetitif dan memastikan entitas seperti Dewan efektif dan berprinsip.