ERA.id - Indonesia terbentuk dari ribuan pulau yang kaya akan sejarah, suku, dan budaya. Dari kekayaan tersebut, terdapat berbagai macam tradisi daerah yang turun temurun diwariskan dari generasi ke generasi untuk terus diingat dan dilakukan.
Pada umumnya, tradisi memiliki unsur kebudayaan yang kuat mencakup kearifan lokal dan memiliki manfaat spiritual bagi masyarakat yang melakukan. Tradisi juga tidak jarang menjadi simbol suatu suku atau masyarakat di suatu daerah.
Menurut data sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2010, jumlah suku di Indonesia mencapai lebih dari 300 kelompok etnik, tepatnya terdapat 1.340 suku bangsa.
Dari Sabang sampai Merauke, Indonesia memiliki banyak tradisi yang masih dilestarikan hingga saat ini. Banyak tradisi dilakukan sebagai bentuk kerukunan maupun penghormatan yang menjadi pengingat tersendiri bagi kita untuk selalu bangga dan ikut melestarikan tradisi yang dimiliki berbagai macam suku dan wilayah tersebut sejak zaman dahulu.
Kamu penasaran nggak sih, tradisi daerah apa saja yang belum banyak diketahui banyak orang? Yuk, simak 5 tradisi daerah jarang diketahui orang banyak dari keterangan resmi RedDoorz yang diterima oleh Era.id.
1. Tradisi Mekare-kare, Bali
Bali memang terkenal akan keindahan alamnya, dan kita juga mengetahui terdapat banyak sekali tradisi di balik keindahan alam tersebut. Bali memiliki kebudayaan yang sarat akan makna, salah satunya yaitu tradisi Mekare-kare atau yang biasa disebut Upacara Perang Pandan dari Desa Tenganan, Kabupaten Karangasem.
Upacara ini merupakan bentuk persembahan yang dilakukan sebagai penghormatan terhadap Dewa Indra, yang merupakan dewa perang dalam kepercayaan Hindu di Bali, serta untuk penghormatan para leluhur.
Upacara ini biasanya dilakukan tiap tahun pada sasih kalima atau jika dikonversi ke dalam kalender Masehi berlangsung setiap sekitar bulan Juni. Perang Pandan akan diawali dengan upacara memohon keselamatan, lalu upacara dimulai dengan aba-aba pemimpin adat Desa Tenganan.
Setelah itu petarung akan memukul punggung lawan dengan cara merangkulnya terlebih dulu. Mereka akan saling memukul punggung lawan dengan daun pandan lalu menggeretnya. Karena itu ritual ini juga disebut mageret pandan.
Selepas pertandingan, sudah dipastikan tidak ada amarah ataupun dendam karena peserta melakukan dengan ikhlas sebagai bagian dari upacara adat. Untuk melihat tradisi yang menegangkan ini, yuk, berkunjung ke Desa Tenganan.
2. Tradisi Tabuik, Sumatera Barat
Tradisi asal Kota Pariaman, Sumatera Barat ini sudah berlangsung sejak abad ke-19 Masehi. Kata tabuik diambil dari bahasa Arab yakni tabut yang artinya peti kayu.
Secara simbolik upacara ini menggambarkan kebesaran Allah SWT yang membawa terbang jenazah Husein ke langit dengan buraq karena meninggal mengenaskan dalam Perang Karbala.
Tradisi ini dilaksanakan secara besar-besaran karena melibatkan banyak orang, mulai dari persiapan hingga puncak acara. Dimulai pada tanggal 1 Muharram hingga 15 Muharram, tradisi Tabuik dimulai dengan mengambil tanah, menebang batang pisang, mataam, mengarak jari-jari, mengarak sorban, tabuik naik pangkek, yaitu prosesi menyambungkan badan Tabuik dan pernak-perniknya seperti sayap, ekor, dan bunga salapan.
Lalu, dilanjutkan dengan hoyak tabuik yang merupakan upacara peringatan kematian Hasan dalam pertempuran di Bukit Karbala, dan akhirnya membuang Tabuik tersebut ke laut. Tradisi sarat makna spiritual ini hanya bisa kamu lihat di Sumatera Barat.
3. Tradisi Bau Nyale, Nusa Tenggara Barat
Siapa yang pernah menyangka bahwa di Nusa Tenggara Barat terdapat tradisi unik menangkap cacing laut di sepanjang pantai Pulau Lombok. Tradisi ini dilakukan secara turun-temurun setiap tanggal 20 di bulan 10 pada penanggalan Suku Sasak (Rowot Sasak) atau di sekitar bulan Februari pada kalender masehi.
Dalam tradisi ini, ribuan orang menangkap cacing laut (nyale) yang dipercaya sebagai jelmaan Putri Mandalika. Mandalika sendiri dikenal sebagai putri cantik yang menghanyutkan diri ke laut lepas guna menghindari peperangan antar pangeran yang memperebutkan dirinya.
Tiap tahunnya, tradisi Bau Nyale diselenggarakan di sepanjang pantai bagian selatan hingga timur. Mulai dari Pantai Kaliantan, Pantai Seger, hingga Pantai Aan. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, banyak tidaknya nyale yang muncul setiap tahun, diyakini sebagai pertanda akan banyak tidaknya hasil panen para petani.Bagi kamu yang ingin turut meramaikan tradisi ini, kamu bisa mengunjungi Lombok pada bulan Februari.
4. Tradisi Dugderan, Semarang, Jawa Tengah
Kita akan memasuki bulan suci Ramadhan dalam beberapa minggu lagi. Terdapat hal menarik yang dilakukan warga Semarang dalam menyambut bulan suci ini.
Masyarakat Semarang memiliki tradisi unik yang disebut dugderan yang sudah ada sejak masa kepemimpinan Bupati Kyai Raden Mas Tumenggung Purbaningrat atau Bupati Purbaningrat pada tahun 1881. Tradisi ini pada awalnya muncul akibat perbedaan pendapat masyarakat mengenai penetapan dimulainya bulan suci Ramadhan.
Dilansir dari situs PPID Kota Semarang, tradisi dugderan diawali dengan upacara dan penampilan para penari, lalu disusul oleh arak-arakan warak ngendog, sebuah mahluk yang menyerupai badak yang bertelur.
Selanjutnya, rombongan penari, atraksi warak ngendog, dan para warga mengikuti karnaval dengan berjalan kaki menuju Masjid Kauman Semarang atau Masjid Agung Jawa Tengah. Sesampainya di masjid, Gubernur Provinsi Jawa Tengah sudah menunggu kedatangan Walikota beserta rombongan karnaval.
Selanjutnya, Gubernur Jawa Tengah dan Walikota Semarang menyampaikan pidato serta ucapan selamat menunaikan ibadah puasa dalam bahasa Jawa. Tradisi ini dilakukan secara meriah lengkap dengan busana adat Jawa. Seru banget kan! Kalau kamu ingin merasakan langsung tradisi ini kamu bisa mengunjungi Kota Semarang.
5. Tradisi Seba, Lebak, Banten
Siapa disini yang tidak asing dengan suku Badui? Suku yang berasal dari Lebak, Banten ini ternyata memiliki tradisi unik yang mungkin jarang diketahui orang banyak lho, yaitu Upacara Seba. Upacara ini bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur atas hasil panen yang berlimpah kepada Yang Maha Kuasa serta harapan akan keselamatan.
Upacara ini dapat diartikan sebagai kunjungan resmi masyarakat Badui setelah musim panen. Adapun rangkaian dari upacara ini didahului oleh upacara Kawalu, yaitu ungkapan terima kasih kepada Tuhan atas hasil panen yang berlimpah.
Lalu dilanjutkan dengan Ngalaksa, yang mana pada prosesi ini masyarakat Badui akan bersilaturahmi kepada kerabat sambil membawa hasil panen. Baru setelah itu Upacara Seba dimulai. Upacara ini akan diakhiri dengan penyerahan hasil panen masyarakat Badui kepada Bupati. Sebaliknya, pemerintah akan menyerahkan bingkisan kepada perwakilan masyarakat Badui.
Bagi kamu yang penasaran dengan tradisi ini, kamu bisa banget mengunjungi Banten untuk melihat sendiri proses Upacara Seba ini berlangsung.