ERA.id - Rumah tersangka Rektor Universitas Lampung (Unila) nonaktif Karomani (KRM) di Lampung digeledah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (24/8/2022).
"Benar, dalam rangka pengumpulan alat bukti, hari ini tim penyidik lakukan geledah di rumah kediaman pihak-pihak terkait dengan perkara ini, di antaranya rumah tersangka KRM di Lampung," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta.
Adapun penggeledahan dilakukan dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru di Unila tahun 2022.
"Kegiatan masih berlangsung, segera kami sampaikan perkembangannya," ucap Ali.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK juga sebelumnya telah menggeledah beberapa lokasi di Unila di antaranya gedung rektorat, fakultas kedokteran, fakultas hukum serta fakultas keguruan dan ilmu pendidikan.
"Dari penggeledahan beberapa lokasi sebelumnya, KPK telah mengamankan sejumlah dokumen dan bukti elektronik. Barang bukti segera kami konfirmasi kepada para saksi yang telah kami agendakan untuk dipanggil," kata dia.
Selain itu, KPK juga mengharapkan para saksi agar kooperatif hadir untuk menerangkan apa yang diketahuinya di hadapan tim penyidik.
"Sehingga rangkaian perbuatan dugaan korupsi perkara ini makin jelas dan terang," tuturnya.
KPK menetapkan empat tersangka kasus itu. Tiga tersangka selaku penerima suap ialah Karomani (KRM), Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi (HY), dan Ketua Senat Unila Muhammad Basri (MB). Sedangkan pemberi suap adalah Andi Desfiandi (AD) selaku pihak swasta.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan KRM yang menjabat sebagai Rektor Unila periode 2020-2024, memiliki wewenang terkait mekanisme Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) Tahun Akademik 2022.
Selama proses Simanila berjalan, KPK menduga KRM aktif terlibat langsung dalam menentukan kelulusan dengan memerintahkan HY, Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Unila Budi Sutomo, dan MB untuk menyeleksi secara "personal" terkait kesanggupan orang tua mahasiswa.
Apabila ingin dinyatakan lulus maka calon mahasiswa dapat "dibantu" dengan menyerahkan sejumlah uang, selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme yang ditentukan ke pihak universitas.
Selain itu, KRM juga diduga memberikan peran dan tugas khusus bagi HY, MB, dan Budi Sutomo untuk mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orang tua calon mahasiswa baru. Besaran uang itu jumlahnya bervariasi mulai dari Rp100 juta sampai Rp350 juta untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan.
Seluruh uang yang dikumpulkan KRM melalui Mualimin dari orang tua calon mahasiswa itu berjumlah Rp603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi KRM sekitar Rp575 juta.
KPK juga menemukan adanya sejumlah uang yang diterima KRM melalui Budi Sutomo dan MB yang berasal dari pihak orang tua calon mahasiswa yang diluluskan KRM atas perintah KRM.
Uang tersebut telah dialihkan dalam bentuk menjadi tabungan deposito, emas batangan, dan masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp4,4 miliar.