Kronologi Mensos Risma Cekcok Hingga Sujud di Depan Guru SLB Negeri Bandung Saat Ditagih Janji Hibah

| 21 Feb 2023 15:26
Kronologi Mensos Risma Cekcok Hingga Sujud di Depan Guru SLB Negeri Bandung Saat Ditagih Janji Hibah
Tri Rismaharini (Reza/Era)

ERA.id - Kunjungan Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini ke Balai Wyata Guna Bandung pada Selasa (21/2/2023) diwarnai adu mulut hingga sujud kepada salah satu pengajar SLB Negeri A Pajajaran.

Kedatangan Risma ini untuk menghadiri acara pemberian pemberian bantuan sosial dari Kementerian Sosial (Kemensos) kepada penerima manfaat.

Di sela-sela kunjungannya, Risma sempat sarapan di Kafe More yang dikelola oleh penyandang disabilitas. Bahkan, ia sempat melihat koleksi tanaman hias yang dijual oleh penyandang disabilitas.

Setelah itu, Risma bersama jajarannya dihampiri oleh staf pengajar termasuk kepala sekolah SLB itu.

Dalam kesempatan itu, mantan Wali Kota Surabaya itu menawarkan perbaikan bangunan yang telah rusak.

"Mau tak perbaiki, nanti pas perbaikan tolong diamankan, soalnya banyak yang tunanetra," ucap Risma.

Saat itu, pembicaraan Risma dengan kepala sekolah terlihat santai dan tenang. Akan tetapi, suasana berubah ketika ada salah seorang yang menanyakan hibah lahan yang dijanjikan Risma.

"Terkait itu, waktu itu ibu pernah janji menghibahkan ini," ucap salah satu pengajar SLB bernama Tri.

"Pak ini susah, karena tanahnya ini ada di tengah gini, saya enggak bisa. Masalahnya apa? Sama-sama negaranya, makanya tadi yang penting saya bisa perbaiki, ini kafe juga kami bangun untuk disabilitas," timpal Risma.

Emosi Risma tersulut ketika staf itu membisiki pengajar bernama Tri, yang merupakan penyandang tunanetra.

"Tolong Pak jangan bisik-bisik, ngomong saja langsung ke saya," ucapnya.

"Kami tidak bisa membangun bu," jawab pengajar.

"Kami bangunkan, apa masalahnya? Tolong jangan gitu, Bapak ngomong saja ke saya, Bapak jangan gitu, saya paling benci, ngomong ke saya," kata Risma menjawab.

"Saya tambahkan (ruang kelas), ini dibangun sebelum saya. Ini dibangun untuk anak-anak disabilitas (keberadaan kafe dan tempat untuk lapangan kerja), bukan untuk saya," ucap Risma menambahkan.

Adu mulut itu seakan tak berujung, tetapi akhirnya Risma meminta pihak sekolah tidak hanya memikirkan lahan hibah. Melainkan, sekolah harus memikirkan pekerjaan yang akan dijalani para siswa disabilitas setelah lulus.

Namun, pernyataan itu seakan disanggah oleh staf pengajar. "Kami pikirkan anak-anak,” ucap pengajar.

"sama," kata Risma dengan nada rendah.

Tiba-tiba, seorang pengajar perempuan yang juga penyandang tunanetra berbicara dari belakang kerumunan, jika perjuangan yang mereka lakukan bukan untuk kepentingan mereka.

“Kami juga bukan untuk kepentingan pribadi bu,” ucap pengajar perempuan itu.

“Makanya bu, kata saya kita berbagi,” jawab Risma.

“Tapi tolong direalisasikan,” timpal pengajar itu.

Lelah terus didesak, Mensos Risma seketika langsung sujud di kaki pengajar perempuan itu.

“Saya sujud ya bu,” ujar Risma.

Setelah itu, Risma pun langsung dibangkitkan oleh Staf Kementerian Sosial, sementara pengajar perempuan itu terus berbicara.

“Jangan begituu bu,” kata pengajar itu.

“Bukan, seperti ini maksudnya,” tambah pengajar itu sambil menangis.

“Ibu dengerin, tadi saya bilang ini saya disaksikan gusti Allah,” tutur Risma.

Suasana semakin tak kondusif dan para pengajar tersebut terus membahas soal hibah lahan.

Risma pun meminta kepala sekolah untuk ikut menjelaskan dan menenangkan suasana, tetapi pengajar lain tak fokus dan terus menuntut kepada Risma.

“Bu Menteri sama-sama melayani masyarakat, begitupun saya,” kata kepala sekolah.

Melihat suasana yang semakin tak kondusif, Risma juga meminta pengajar perempuan itu agar tenang.

“Bu saya sujud loh bu, ibu mau saya sujud lagi? Saya gak masalah bu,” ujar Risma.

Tri Rismaharini bersujud ke salah satu pengajar di SLB Bandung (Reza/Era)

Risma menjelaskan, bahwa dirinya tak bisa mengabulkan hibah lahan yang dimaksud karena memikirkan masa depan anak-anak disabilitas pascalulus dari sini.

Kehadiran Cafe More dan kios-kios di lingkungan Wyataguna pun diharapkan bisa membuat penyandang disabilitas menjadi mandiri.

“Pak dengerin saya, anak-anak ini untuk dapat pekerjaan, supaya setelah bisa bekerja sendiri, bukan untuk kepentingan Kemensos, coba pak lihat itu yang kerja semua anak-anak disabilitas, mereka bisa sekolah tetapi kalau gak bekerja gimana,” jelas Risma.

Pengajar perempuan itu pun kembali menimpali pernyataan Risma.

“Tetapi pendidikan yang diutamakan bu,” tambah pengajar itu.

Perdebatan itu yang tidak menemukan titik temu itu pun ditinggal Risma yang bergegas ke Aula Wyataguna untuk menghadiri acara pemberian bantuan.

Rekomendasi