ERA.id - Aliansi Mahasiswa Independen mewakili mahasiswa melakukan aksi protes ke kampus UIN RM Said Solo pada Senin (7/8/2023). Aksi ini didasari atas kegiatan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) yang diselenggarakan Dewan Mahasiswa (DEMA) UIN RM Said Surakarta beberapa waktu sebelumnya.
Pasalnya DEMA sebagai penyelenggara kegiatan menggandeng aplikasi pinjaman online (pinjol). Prakteknya mereka mewajibkan mahasiswa baru sebagai peserta mendaftarkan akun pinjol.
Koordinator Aksi dari Aliansi Mahasiswa Independen, Kelvin Haryanto mengatakan aksi ini didasari atas adanya kegiatan PBAK yang mewajibkan mahasiswa mendaftar pinjaman online. Sehingga menurutnya DEMA mengambil tindakan yang salah dengan mewajibkan mahasiswa baru mendaftar di aplikasi pinjol.
”Sebab ke depannya akan menjadikan mahasiswa baru mempunyai pemikiran pragmatis karena praktek pinjol ini. Ke depannya mahasiswa juga akan marak dengan sifat konsumerisme secara cepat dan singkat,” katanya di sela aksi.
Menurutnya hal tersebut buruk karena pinjol memberikan uang pada nasabahnya secara singkat, bahkan hanya dalam waktu lima menit. ”Ini yang kami takutkan, menjadikan sesuatu yang buruk,” katanya.
Untuk itu Aliansi Mahasiswa Independen menuntut pada pihak rektorat supaya membubarkan Dewan Mahasiswa. Apalaggi dalam penyelenggaraan acara PBAK tidak berkoordinasi secara langsung dengan rektorat dan civitas akademika terkait kerjasama dengan pinjol tersebut.
”Apalagi UIN ini seharusnya memahami apa arti riba. Bahkan bisa sampai 50 persen (bunganya). Ini riba sekali,” katanya.
Dikonfirmasi terpisah, Presiden Mahasiswa (Presma) DEMA UIN RM Said Surakarta mengklarifikasi jika kegiatan tersebut hanya sebatas untuk memberikan edukasi pada mahasiswa. Presma UIN RM Said Ayuk Latifah membantah jika hal tersebut merupakan komersialisasi dan penyalahgunaan data.
Ia mengungkap jika kerjasama dengan aplikasi pinjol tersebut belum dikoordinasikan dengan pihak kampus. Ada tiga aplikasi yang dilibatkan sebagai sponsorship pendanaan kegiatan PBAK 2023 tersebut.
”Biasanya kegiatan Festival Budaya mendapatkan pendanaan dari kampus yang bersumber dari Kementerian Agama. Tapi untuk Festival Budaya ini, kami harus mencari sendiri (sumber pendanaannya). Dan ini (kerjasama dengan tiga aplikasi) sifatnya tidak mengikat,” katanya.
Saat ditanya lebih lanjut terkait sistem kerjasama yang dilakukan, Ayuk menjelaskan besaran dana sponsorship yang diterima akan dihitung berdasarkan akun mahasiswa yang sudah aktif. Sayangnya hingga saat ini DEMA mengaku belum mendapat keuntungan dari kerjasama ini.
”Ada sebanyak 3.000 mahasiswa yang melakukan registrasi, namun ada 500 mahasiswa yang tidak lolos. Hingga akhirnya hanya 2.000 mahasiswa yang tercatat,” katanya.
Ayuk juga menegaskan bahwa kerjasama ini murni hanya sebagai literasi keuangan. Mahasiswa baru yang menjadi peserta PBAK tidak diwajibkan melakukan registrasi.
”yang jelas kami hanya mengedukasi, bukan instruksi. Kami mengedukasi, bahwa lembaga ini resmi dan diakui oleh OJK dan undang-undang. Berkaca juga, saat ini banyak mahasiswa yang terjerat pinjol,” katanya.