ERA.id - Keluarga dari siswi berinisial K, korban perundungan di Provinsi Bengkulu, masih menunggu dan mengharapkan titik terang penyelesaian kasus yang sampai saat ini belum ada kejelasan.
"Kalau sampai saat ini belum ada kejelasan dalam artian titik terang tidak ada. Bahkan kami menunggu dari pihak sekolah pun sampai sekarang tidak ada kejelasan," kata orang tua siswi korban perundungan, HM, di Bengkulu, Rabu (9/8/2023) dikutip dari Antara.
Padahal sebelumnya, kata dia, kepala sekolah yang menjabat saat kejadian perundungan terjadi, telah berjanji untuk memediasi keluarga korban dengan pelaku dan keluarga pelaku perundungan.
"Tapi sampai hari ini tidak ada kabar kejelasan, malah kami dapat kabar mereka mengeluarkan pernyataan yang tidak sesuai (dengan kesepakatan proses mediasi sebelumnya)," kata HM.
HM mengatakan sebelumnya para pelaku sudah sepakat untuk menyampaikan permintaan maaf terhadap tindakan yang mereka lakukan terhadap siswi K, namun belakangan permintaan maaf secara tertulis yang disepakati dengan keluarga korban ternyata tidak disampaikan para pelaku.
HM berharap instansi terkait dapat segera menindaklanjuti dan membantu proses penyelesaian kasus perundungan terhadap anaknya. Hal itu demi pemulihan kesehatan dan trauma sang anak, serta langkah itu juga bertujuan agar kasus serupa tak terjadi pada anak-anak yang lain.
"Anak saya sekarang masih takut kalau ke sekolah, padahal sudah dipindahkan sekolahnya. Kami tiap pagi sebelum berangkat sekolah terus memotivasi dia, menyampaikan suasana positif agar dia mau dan berani ke sekolah. Dan saya atau suami harus mendampingi dia di sekolah, karena traumanya anak saya dengan situasi sekolah yang sebelumnya," ujar HM.
Keluarga korban sampai saat ini masih menunggu itikad baik para pelaku untuk menyampaikan permohonan maaf yang selayaknya mesti disampaikan pada korban dan keluarga korban.
Sebelumnya Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendorong Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Bengkulu untuk memberikan perlindungan bagi K, seorang siswi kelas 12 di Kota Bengkulu, yang menderita penyakit autoimun dan menjadi korban perundungan.
"Perundungan atau bullying yang diterima anak korban berupa kekerasan verbal, sehingga mengakibatkan anak korban takut saat pergi ke sekolah," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) FSGI Heru Purnomo.
Heru mengatakan perilaku perundungan yang diterima anak korban juga menyebabkan kesehatan sang anak menurun, serta kerap menyebabkan penyakit autoimun yang diderita sejak 2017 lalu menjadi kambuh.
"Perundungan diduga kuat dilakukan oleh oknum guru serta rekan-rekan sekelas korban," katanya.
Dia menegaskan FSGI juga mendorong Disdik Bengkulu untuk dapat mengambil tindakan berupa sanksi yang lebih konkret terkait hal tersebut meskipun sebelumnya telah dilakukan pembinaan kepada guru yang bersangkutan.