ERA.id - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa percepatan kontrak izin usaha pertambangan khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia masih menunggu penentuan lokasi smelter baru dari perusahaan tambang tersebut.
Menurut Bahlil, kontrak tersebut sudah hampir selesai. Namun, terdapat beberapa hal teknis terkait dengan komitmen Freeport untuk memenuhi beberapa syarat yang telah ditetapkan pemerintah.
"Pertama adalah percepatan realisasi terhadap smelternya, dan mereka harus segera menentukan tempat juga di Papua untuk smelter barunya," ujar Bahlil ditemui usai pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Investasi 2023 di Jakarta dikutip dari Antara, Kamis (7/12/2023).
Lebih lanjut, Bahlil menyampaikan pemerintah ingin Freeport berkolaborasi dengan para pengusaha Papua untuk mendorong percepatan kesejahteraan provinsi tersebut.
Diketahui, IUPK Freeport akan berakhir pada 2041. Terdapat beberapa syarat yang diminta oleh pemerintah antara lain, kepemilikan saham Indonesia melalui MIND ID ditambah sebanyak 10 persen sehingga menjadi 61 persen.
Selain itu, Freeport juga diwajibkan untuk membangun smelter baru di Kawasan Terpadu Fakfak, Papua Barat.
Bahlil mengatakan pemerintah memang berencana untuk memperpanjang kontrak dengan Freeport. Sebab, produksi tambang tembaga tersebut akan mencapai puncaknya pada 2035.
"Sekarang kita berpikir strategis saja, produksi Freeport itu 2035 itu puncaknya, begitu selesai 2035 itu akan menurun. Kalau tidak ada kepastian perpanjangan, maka tidak ada eksplorasi, berarti tahun 2040 ini jadi barang mati," kata Bahlil.
Terkait dengan penentuan operatorship, Bahlil mengatakan bahwa hal tersebut masih dalam pembicaraan. Menurutnya, yang terpenting bukanlah pihak mana yang menjadi operator, tetapi penataan laporan keuangan harus transparan.
"Yang penting adalah penataan laporan keuangan dan transparansi, kan yang penting bagi kami ada penambahan nilai, pendapatan negara dan bagaimana pengelolaan tambang bisa berjalan dengan baik," ucapnya.