BEM UGM Menobatkan Jokowi Alumnus Paling Memalukan: Rezim Ini Merusak Demokrasi!

| 08 Dec 2023 19:46
BEM UGM Menobatkan Jokowi Alumnus Paling Memalukan: Rezim Ini Merusak Demokrasi!
Aksi BEM UGM nobatkan Jokowi jadi alumnus UGM paling memalukan. (Wawan H/ERA)

ERA.id - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar aksi untuk memprotes pemerintahan Presiden Joko Widodo. Jokowi dinobatkan sebagai Alumnus UGM Paling Memalukan.

Aksi tersebut digelar di Bundaran UGM, Sleman, Jumat (8/12/2023), melalui diskusi publik dan mimbar bebas bertajuk "Rezim Monarki, Amblesnya  Politik, Ambruknya Konstitusi, dan Kokohnya Politik Dinasti".

"Mimbar bebas ini sebagai respons atas sistem pemerintahan Presiden Jokowi yang merusak cita-cita dan esensi demokrasi," ujar Ketua BEM KM UGM Gielbran Muhammad Noor.

Menurut dia, mahasiswa harus terus bergerak melawan kekuasaan rezim Jokowi. "Rezim ini tidak kuat, hanya kita (gerakan mahasiswa yang lemah. Hanya satu kata:lawan! " seru Gielbaran.

Dalam penobatan itu, Gielbran menyerahkan sertifikat bertuliskan Alumunus UGM Paling Memalukan kepada sosok Jokowi yang diwakili mahasiswa yang mengenakan topeng wajah Jokowi.

Dalam diskusi, aktivis antikorupsi yang juga dosen hukum UGM, Zainal Arifin Mochtar, menyatakan acara ini sebagai bentuk perlawanan mahasiswa ke rezim Jokowi.

Ia meminta mahasiswa dan elemen masyarakat untuk tak berhenti melawan rezim Jokowi, melalui berbagai cara, termasuk saat pemilu dan pemilihan presiden, kendati para kandidatnya tak ideal. "Jangan menganggap demokrasi besar melahirkan malaikat," ujarnya.

Untuk itu, ia menyatakan para pemilih muda dapat memilih sesuai preferensi ideal. "Jangan memilih karena joget, tapi preferensi ideal. Kalau preferensinya lingkungan, jangan pilih perusak lingkungan. Kalau preferensi HAM, jangan pilih pelanggar HAM," ujarnya.

Ia menyatakan perlawanan sudah berlangsung di jalur hukum. Misalnya dirinya yang mengajukan via MK pembatalan pencalonan Gibran. Langkah ini dinilai jadi alternatif ketimbang memboikot dan membatalkan pemilu. 

"Apakah ada pilihan lain, bahwa pemilu terjadi dengan ketidakidealan atau, jika pemilu tidak terjadi, misalnya karen boikot, anda membuka 3 periode. Pertaruhannya krisis konstitusional," kata dia.

Rekomendasi