ERA.id - Pada Selasa (2/7) silam, budayawan Banten Uday Suhada mengecam aksi konten kreator yang mengeksploitasi perempuan Badui di media sosial.
Dari hasil rapat lembaga adat ditemukan beberapa pandangan yaitu kemajuan teknologi mengubah pola pikir, pola sikap, dan pola perilaku generasi muda Badui.
Kedua, terdapat sejumlah konten kreator yang mengeksploitasi kecantikan perempuan muda Badui, kemudian ketiga, sikap lembaga adat sendiri yang belum menerapkan hukum adat bagi para pelakunya.
"Jadi, atas dasar hasil musyawarah para tokoh adat Badui Dalam dan Badui Luar itu, mengultimatum siapapun dan dimanapun para konten kreator, stop membuat konten yang mengeksploitasi kecantikan perempuan Badui dan men-take down content atau menghapus konten yang sudah ditayangkan," kata Uday.
Merespons itu, Staf Ahli Ideologi dan Konstitusi Kemenko Polhukam, Andry Wibowo menyebut itu memang hak adat, sebab ekosistem asli di daerah memang harus dijaga.
“Bangunan simbol yang kita bangun adalah Pancasila, di bawah Bhinneka Tunggal Ika, Indonesia ada karena kebhinnekaan, makanya ekosistem asli yang tumbuh di Indonesia harus kita jaga,” kata dia di Kabupaten Badung, Bali, Rabu kemarin.
“Ya boleh, itu hak adat, hak kedaerahan, yang melahirkan Indonesia kan keberagaman ini,” sambungnya ketika ditemui usai mewakili Menko Polhukam Hadi Tjahjanto dalam Rembug Gerakan Indonesia Tertib.
Menurut Andry, kondisi ini harus disampaikan ke pemerintah daerah, sebab hubungan antara masyarakat adat dengan ekosistem pembangunan itu penting, agar nantinya kekayaan atau keunikan satu daerah tidak dieksploitasi dan menghilangkan ciri khas tersebut.
“Sama juga ketika datang ke Badui, Badui juga harus memelihara apa yang menjadi keunikannya, sama dengan kita ke Manado, Aceh, Medan, itu lah Indonesia,” ujar Staf Ahli Bidang Ideologi Kemenko Polhukam itu.
“Itu informasinya kan disebar untuk TikTok, tentunya pemerintah setempat yang punya otoritas dalam hal ini Banten ya, nanti dengan konsep kebhinekaan Pancasila dicari solusi yang pas,” sambungnya.