ERA.id - Pemkot Solo mulai menyusun langkah untuk tetap mempertahankan tanah Sriwedari.
Meski sudah inkrah, namun Pemkot Solo menyusun langkah baru mempertahankan tanah sengketa dalam masa kepemimpinan Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa.
Rapat dilaksanakan di ruang Wali Kota, pada Rabu (18/3/2021). Rapat ini untuk menyusun langkah mempertahankan asset bersejarah ini. Rapat ini juga mengundang tim dari Kejaksaan Negeri Surakarta.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Solo Ahyani mengatakan rapat ini mengagendakan penyusunan langkah mempertahankan aset Sriwedari. ”Rapat ini melibatkan seluruh stake holder, sehingga semua bisa nyengkuyung bersama,” katanya saat ditemui usai rapat.
Saat ini Pemkot Solo masih menyusun strategi dan menganalisa hal-hal yang menyangkut terkait penundaan eksekusi.
”Jadi kami melakukan kajian-kajian dari putusan-putusan yang sudah ada. Sementara upayanya itu dulu untuk menunda eksekusi,” katanya.
Langkahnya termasuk mengumpulkan bukti-bukti baru yang bisa digunakan sebagai alasan untuk peninjauan kembali (PK). ”Memang sudah inkrah, tapi kalau ada bukti baru bisa dijadikan alasan. Bukti barunya ya dari putusan mereka dan dari kesaksian masyarakat yang belum jadi materi persidangan,” katanya.
Terkait perkara ini Pemkot Solo juga telah menutup kesempatan mediasi dengan ahli waris Wiryodiningrat. Sehingga Pemkot Solo tetap mempertahankan tanah Sriwedari ini sebagai asset budaya. ”Tanah ini kan rohnya di masyarakat,” katanya.
Sebagai informasi, tanah Sriwedari seluas 10 hektar disengketakan oleh Pemkot Solo dan ahli waris Wiryodiningrat selama beberapa puluh tahun. Sengketa ini dimulai sejak tahun 1970-an dengan ahli waris yang menggugat Pemkot Solo karena dianggap menguasai lahan yang bukan haknya.
Tanah ini merupakan lokasi yang strategis karena berada di Jalan Slamet Riyadi dan pusat kota Solo. Bahkan tanah ini juga bersejarah karena di salah satu bagian lahannya berdiri Stadion Sriwedari yang menjadi tempat penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) pertama.