ERA.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Imbas dari keputusan ini membuat banyak musisi puas, namun ada juga pihak yang kontra.
Walau terjadi perdebatan sengit di media sosial Twitter misalnya, banyak pula netizen yang bersenang-senang dan menganggap siapa musisi yang sebentar lagi akan diuntungkan karena Perpres ini.
Apakah cuma sampai di situ saja? Tentu tidak. Ada juga warganet yang menyarankan agar musik yang biasanya diputar di ruang layanan publik serta bersifat komersil, diganti menjadi murotal Al-Qur'an.
Alasannya sederhana, karena murotal dipastikan gratis dan tidak dipungut biaya. "Kami menghimbau untuk para pemilik usaha, baik toko, pom bensin, Supermarket, Minimarket dan lain sebagainya
Mari kita beralih untuk memutar rekaman kajian atau murattal, Gratis dan tidak dipungut biaya
Selain gratis, hal yang paling utama adalah berpahala dan bisa menjadi sarana perbaikan umat dan masyarakat
Ayo segera tinggalkan musik dan beralih ke rekaman kajian, lebih menentramkan hati dan pikiran serta berpahala Insya Allah
Semoga Allah memudahkan langkah kita...
Oh iya, Ulama 4 Madzhab sepakat loh tentang haramnya musik
Barakallahu fikum," tulis Abu Nafisah.
Untuk diketahui, Perpres yang diteken Jokowi itu bagaimana tidak marak dibahas, sebab poinnya dianggap bisa memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait terhadap hak ekonomi atas lagu dan atau musik.
Setiap orang yang melakukan penggunaan secara komersial lagu dan atau musik, dibutuhkan pengaturan mengenai pengelolaan royalti Hak Cipta Lagu dan atau musik.
Dalam pasal 3 disebutkan, bahwa setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial lagu dan atau musik dalam bentuk layanan publik dengan membayar Royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait melalui LMKN.
Seperti apa layanan publik yang bersifat komersial yang dimaksud? Ialah seminar dan konferensi komersial, restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, dan diskotek, konser musik, pesawat udara, bus, kereta api, kapal laut, pameran dan bazar, bioskop. Selain itu nada tunggu telepon bank dan kantor pertokoan, pusat rekreasi, lembaga penyiaran televisi, lembaga penyiaran radio, hotel, kamar hotel, dan fasilitas hotel dan usaha karaoke.
"Setiap Orang dapat melakukan Penggunaan Secara Komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar Royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait melalui LMKN," isi Perpres pasal 3 ayat 1 seperti dikutip Era.id, Rabu (7/4/2021).
Kemudian dalam PP tersebut juga berisikan aturan yang secara khusus memberikan keringanan tarif pembayaran royalti kepada pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang menggunakan karya musisi secara komersial.
"Setiap orang yang melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik yang merupakan usaha mikro sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah diberikan keringanan tarif royalti," bunyi ayat 1 Pasal 11. Soal tarif kepada pelaku UMKM, selanjutnya akan ditetapkan oleh menteri.
Selanjutnya di Pasal 12 disebutkan bahwa LMKN melakukan penarikan Royalti dari Orang yang melakukan Penggunaan Secara Komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik bersifat komersial untuk Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan pemilik Hak Terkait yang telah menjadi anggota dari suatu LMK.
"Selain melakukan penarikan Royalti untuk Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan pemilik Hak Terkait yang telah menjadi anggota dari suatu LMK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LMKN menarik Royalti untuk Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan pemilik Hak Terkait yang belum menjadi anggota dari suatu LMK," tulisnya.