Tanah Bersertifikat Terancam Dieksekusi Pengadilan, Warga Medan Ngadu ke Mahkamah Agung

| 06 Dec 2021 22:25
Tanah Bersertifikat Terancam Dieksekusi Pengadilan, Warga Medan Ngadu ke Mahkamah Agung
Dua warga pemilik tanah di Medan, Jhon Robert Simanjuntak (kiri) dan Jhon Burman (kanan) yang tanahnya terancam dieksekusi PN Medan (Muchlis Ariandi/Era.id)

ERA.id - Dua warga pemilik tanah di Kota Medan, Sumatera Utara, mengadukan nasibnya ke Ketua Mahkamah Agung RI atas ketidakadilan terkait pemberitahuan eksekusi sebidang tanah yang akan dilakukan Pengadilan Negeri (PN) Medan.

John Robert Simanjuntak, salah seorang pemilik tanah dan bangunan di Jalan Sisingamangaraja Medan, yang telah memiliki sertifikat hak milik, mendapat surat pemberitahuan eksekusi yang dialamatkan kepadanya. Surat berkop Pengadilan Negeri Medan Kelas I-A Khusus itu, ia terima pada Jumat (3/12/2021) lalu.

"Surat pemberitahuan eksekusi itu pernah saya terima pada tahun 2019 dari satu putusan inkracht yang sama sekali kami tidak pernah kami tahu proses peradilannya. Surat pemberitahuan eksekusi itu saya respon dengan mengajukan gugatan, dan saat ini sudah prosesnya sedang berjalan," kata Jhon Robert menjelaskan awal perkara yang dialaminya, Senin (6/12/2021).

Dia melanjutkan, gugatan atas pemberitahuan eksekusi dari proses pengadilan yang tidak pernah diketahuinya itu saat ini masih berjalan di pengadilan sejak 2020. Namun, ia begitu terkejut saat surat pemberitahuan eksekusi bernomor W2.U1/24632/Hk.02/XI/2021 tertanggal 2 Desember 2021, kembali ditujukan kepadanya.

Jhon Robert mengatakan, menolak dan menyayangkan proses peradilan terhadap objek tanah yang telah memiliki sertifikat hak milik atas namanya akan dieksekusi pada tanggal 7 Desember 2021 oleh pengadilan melalui surat pemberitahuan eksekusi.

Sementara, lanjutnya, tanah yang berada di Kelurahan Teladan Barat, Kecamatan Medan Kota, dan telah berdiri bangunan itu dibeli dengan itikad baik dan telah keluar sertifikat hak milik.

"Sikap kami jelas menolak surat eksekusi itu. Surat tersebut pada 2019 datang dan kami tidak tahu bagaimana prosesnya terhadap objek yang kami miliki sejak 2006 dengan SHM dengan proses pembelian yang beritikad baik. Beritikad baik itu artinya terang benderang, artinya sesuai harga pasar, di depan pejabat pembuat akte tanah," ungkapnya.

Bahkan kata dia, sertifikat hak terhadap tanah itu pernah ia agun kan ke bank. Namun saat proses gugatan atas surat eksekusi pertama pada 2019 itu masih berlangsung, Pengadilan Negeri Medan kembali melayangkan surat eksekusi kedua.

"Para penggugat yang mengaku sebagai pemilik tanah ini juga pernah menggugat BPN agar membatalkan sertifikat hak milik yang saya punya, tapi ditolak dan para penggugat ini mengajukan banding. Artinya ada dua proses hukum yang masih berjalan, tapi pengadilan sudah mengirimkan surat pemberitahuan eksekusi, ada apa ini?" ungkapnya.

Hal sama ditegaskan Jhon Burman. Pria yang berdomisili di Jakarta ini, mengaku terkejut mendengar kabar jika tanah miliknya itu sudah ditembok. Jhon Burman mempertanyakan mengapa tanah yang sertifikatnya dikeluarkan aparatur negara tidak diakui aparatur negara lainnya. Apalagi tidak ada pihak yang mengklaim memiliki sertifikat yang sama dengan yang mereka punya.

"Sedangkan bila ada dua pihak yang mengklaim punya sertifikat yang sama, proses hukumnya panjang dan tidak serta merta bisa dieksekusi. Ini jelas-jelas permainan. Kami tidak akan tinggal diam dan akan menelusuri pihak-pihak yang terlibat. Saya sendiri membeli tanah ini dari Syamsul Sianturi   dan berstatus SHM. Anehnya lagi, di surat pemberitahuan eksekusi itu, dibuat tembusan tanpa lampiran kepada Kapolda Sumut dan Ketua Pengadilan Tinggi Sumut. Maksud tembusan tanpa lampiran ini apa? Ini surat pemberitahuan eksekusi, tapi bentuk suratnya seperti main-main, bahkan yang menandatangani juga mengatasnamakan," terang Jhon Burman.

Jhon Robert dan Jhon Burman mengatakan akan meminta perlindungan hukum kepada Mahkamah Agung atas apa yang mereka terima dan akan menyurati keberatan kepada Ketua Pengadilan Negeri Medan atas keluarnya surat eksekusi tersebut.

Jhon Robert mengatakan akan melaporkan dugaan proses peradilan yang cacat hukum tersebut ke Komisi Yudisial.

"Jelas kami menolak eksekusi yang didasari atas putusan yang prosesnya tidak pernah kami ketahui. Saya langsung membuat surat perlindungan kepada ketua Mahkamah Agung RI supaya saya dilindungi. Keadilan itu kan harus menyentuh kita, bukan hanya di atas selembar kertas saja," pungkasnya.

Rekomendasi