Heboh Remaja Bunuh Bocah untuk Jual Organ Korban, Dokter: Tak Masuk Akal

| 12 Jan 2023 20:42
Heboh Remaja Bunuh Bocah untuk Jual Organ Korban, Dokter: Tak Masuk Akal
Ilustrasi organ tubuh (Pexel/Karolina Grabowska)

ERA.id - Belakangan publik dihebohkan dengan dua remaja di Makassar, Sulawesi Selatan yang membunuh untuk menjual organ korban. Perilaku ini menuai banyak kecaman, termasuk dari kalangan pihak medis.

Ketua Tim Transplantasi Ginjal Siloam Hospitals Asri, Prof Dr dr Endang Susalit SpPD., KGEH mengatakan bahwa membunuh untuk menjual organ, termasuk ginjal sangat tidak masuk akal. Hal tersebut karena proses medis yang dijalani berbeda.

"Sangat jauh dari proses yang seharusnya dijalani. Kecocokan harus diperiksa dahulu, karena nggak semua cocok. Jadi kalau mau donor dengan membunuh itu nggak masuk akal sama sekali," ujar Prof Endang, dalam konferensi pers Launching Transplantasi Ginjal Siloam Hospital Asri, di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (12/1/2023).

Hal yang sama juga disampaikan oleh Ketua Asri Urology Center (AUC), Dr dr Nur Rasyid SpU (K). Ia mengatakan bahwa transplantasi organ termasuk ginjal harus berdasarkan pemeriksa kecocokan, karena jika tidak cocok bisa membahayakan pasien.

"Untuk menyumbangkan ginjal agar bisa dipakai hanya bisa satu dipastikan cocok dulu. Tidak bisa langsung dipakai. Bisa saja ditolak, bisa membuat meninggal yang menerimanya," jelas dr Nur.

Tak hanya itu, Dokter Nur juga mengatakan bahwa tidak akan ada rumah sakit yang menerima ginjal tidak jelas asalnya. Organ-organ tubuh yang tidak diketahui dari mana asalnya tidak akan dipakai.

"Tidak diterima itu. Itu hanya ada di film," tuturnya.

Oleh karena itu, pemberian pemahaman kepada masyarakat mengenai donor organ ini sangat penting, gara tidak terjadi kejadian miris pembunuhan seperti itu. Terlebih jika organ cocok untuk pasien, pengambilannya harus dikerjakan oleh ahli, bukan sembarang orang apalagi membunuh.

Untuk mencegah hal tersebut terjadi, proses donor organ juga sudah diatur oleh Komite Transplantasi Nasional (KTN). Namun, lembaga tersebut memang belum beroperasi maksimal, sehingga semua pemeriksaan ditangani oleh pihak rumah sakit.

"Sayang KTN belum berfungsi 100 persen, baru membuat aturan. Tinggal bagaimana menjadi organisasi profesional. Maka sebagai ganti KTN beban di rumah sakit untuk membuat tim advokasi yang baik," pungkas Dokter Nur.

Rekomendasi