Mitos Banyak Anak Banyak Rezeki Akibatkan Rendahnya Minat Pengguna Kontrasepsi, Ini Kata Psikolog

| 14 Feb 2022 20:30
Mitos Banyak Anak Banyak Rezeki Akibatkan Rendahnya Minat Pengguna Kontrasepsi, Ini Kata Psikolog
Ilusrasi alat kontrasepsi Unsplash/@rhsupplies)

ERA.id - Psikolog Klinis sekaligus Sex Educator, Inez Kristanti mengatakan bahwa  mitos soal anak yang telah ada secara turun temurun menyebabkan rendahnya minat penggunaan alat kontrasepsi dalam masyarakat.

“Di masyarakat ini, terkadang masih ada anggapan kalau yang saya sering dengar ‘banyak anak, banyak rezeki’. Jadi ini di beberapa keluarga atau pasangan yang memang belum terlalu teredukasi,” kata Inez dalam Konferensi Pers Pentingnya Peran Kontrasepsi Modern untuk Menyukseskan Program KB dan Meningkatkan Kesehatan Reproduksi.

Inez menuturkan minimnya pengetahuan alat kontrasepsi dan pemahaman terkait manfaat perencanaan keluarga itu, disebabkan oleh sifat masyarakat Indonesia yang belum cukup melihat perencanaan berkeluarga secara konkret, baik dari orang tua maupun generasi sebelumnya.

Adanya sebuah mitos seperti ‘banyak anak, banyak rezeki’ turut membuat masyarakat lebih memilih memiliki banyak keturunan, dibandingkan menggunakan alat kontrasepsi yang dapat membantu memberikan jarak antar kehamilan.

Padahal dibandingkan dengan mempercayai mitos tak mendasar, Inez menjelaskan keluarga perlu memperhatikan tanggung jawab dan keseimbangan peran dalam merencanakan membangun sebuah keluarga.

“Persiapan keluarga merupakan tanggung jawab baik dari suami ataupun istri. Terkadang kita memiliki pandangan bahwa perencanaan kehamilan itu tanggung jawab atau urusan perempuan. Sebenarnya itu merupakan tanggung jawab dari keduanya,” katanya seperti dilansir dari Antara, Senin (14/2/2022).

Pasangan harus benar-benar bisa memahami makna sesungguhnya dari menjadi orang tua, termasuk alasan mengapa ingin memiliki anak dalam waktu satu atau dua tahun setelah menikah. Lewat mengetahui alasan tersebut, pasangan dapat menghayati peran sebagai orang tua dengan lebih bertanggung jawab.

Kemudian, meskipun istri yang nantinya akan mengandung, Inez menegaskan para suami turut memiliki tanggung jawab karena merawat seorang anak membutuhkan kerja sama tim yang baik antar pasangan.

“Kalau kita melihat dan merencanakan keluarga itu sangat dibutuhkan kerja sama sebagai tim. Di perjalanannya, akan ada hal-hal yang bisa menimbulkan konflik. Itu tidak apa-apa, tetapi yang penting bisa diselesaikan secara sehat dan bersama-sama,” tegasnya.

Inez berharap, setiap pasangan mampu membangun komunikasi sebaik mungkin saat ingin membangun sebuah keluarga, termasuk sikap yang akan diambil bila rencana tak sesuai dengan yang diinginkan.

“Di situ kemampuan dan kedewasaan pasangan akan diuji. Tetapi tidak perlu khawatir karena dengan mempersiapkan secara psikologis itu semua bisa diantisipasi,” kata dia.

Rekomendasi