ERA.id - Pihak berwenang di negara bagian Uttar Pradesh yang paling padat penduduknya di India mengeluarkan keputusan untuk melarang beberapa produk bersertifikat halal. Larangan ini termasuk susu, pakaian, dan obat-obatan dengan alasan ilegal.
Badan Keamanan Makanan dan Obat-obatan (FSDA) Uttar Pradesh mengeluarkan perintah tersebut dan akan mengambil tindakan hukum bagi individu atau perusahaan yang terlibat dalam produksi, penyimpanan, distribusi, pembelian dan penjualan produk bersertifikasi halal. Anita Singh, komisaris dan kepala sekretaris FSDA mengatakan label halal tersebut menimbulkan kebingungan atas kualitas makanan dan melanggar peraturan pemerintah.
“Tindakan hukum yang tegas akan diambil terhadap individu atau perusahaan yang terlibat dalam produksi, penyimpanan, distribusi, pembelian dan penjualan obat-obatan, peralatan medis, dan kosmetik bersertifikat halal di Uttar Pradesh,” Anita Singh, komisaris dan kepala sekretaris FSDA, dikutip Hindustian Times, Selasa (21/11/2023).
“Sertifikasi halal beroperasi sebagai sistem paralel dan menimbulkan kebingungan mengenai kualitas makanan, serta melanggar peraturan pemerintah dalam hal ini,” sambungnya.
Pemerintah telah memberikan perhatian serius terhadap produk-produk seperti produk susu, gula, produk roti, minyak peppermint, minuman, minyak nabati, beberapa obat-obatan, peralatan medis, dan produk kosmetik yang diberi label sertifikat halal.
Meski melarang produk halal untuk jual, pemerintah setempat masih mengizinkan produk ekspor untuk tetap beredar.
“Pemerintah negara bagian telah melarang produksi, penyimpanan, distribusi dan penjualan produk bersertifikat halal di negara bagian tersebut dengan dampak langsung. Hanya produk ekspor yang dikecualikan dari larangan ini,” ujar Anita.
Lalu, kata Anita, sebelum larangan ini diterbitkan, sertifikasi halal itu hanya berlaku untuk produk daging. Namun seiring berjalannya waktu, sejumlah produk mulai dari minyak, gula, pasta gigi, hingga rempah-rempah mendapat sertifikat halal.
Pemerintah negara bagian menyatakan bahwa semua tindakan yang berkaitan dengan sertifikasi produk makanan dihapuskan dan Otoritas Keamanan dan Standar Pangan India (FSSAI) diperkenalkan sebagai satu-satunya badan yang menerbitkan sertifikat untuk produk yang dapat dimakan.
“Kecuali FSSAI, tidak ada lembaga atau badan yang dapat menerbitkan sertifikat terhadap produk. Sebelumnya, sertifikat halal hanya terbatas pada produk daging. Namun saat ini, kebijakan tersebut diterapkan pada semua jenis produk seperti pasta gigi, gula, dan minyak,” paparnya.
Sertifikasi halal merupakan jaminan bahwa produk tersebut dibuat sesuai dengan syariat Islam dan tidak tercemar. Di India, sertifikat halal dikeluarkan oleh badan pihak ketiga, tidak seperti di negara-negara Arab di mana sertifikat halal diberikan oleh hakim.
Namun, di India, lembaga yang dikelola pemerintah seperti FSSAI dan ISI berwenang untuk mensertifikasi produk makanan. Pemerintah menilai label halal itu digunakan untuk melakukan pemerasan uang yang tidak perlu atas nama sertifikasi halal dan mendorong permusuhan antar agama di negara tersebut.
Terkait larangan itu, pemerintah pun melaporkan empat organisasi, perusahaan produksi, pemilik dan manajernya serta orang-orang tak dikenal ke kantor polisi Hazratganj. Mereka yang dijadikan terdakwa dalam FIR termasuk Halal India Pvt Ltd dari Chennai, Jamiat Ulama Hind Halal Trust dari Delhi, Konseling Halal India dan Jamiat Ulama dari Mumbai, Maharashtra serta beberapa orang yang tidak dikenal.
Sertifikasi halal pertama kali diperkenalkan pada tahun 1974 untuk daging yang disembelih dan hanya diterapkan pada produk daging hingga tahun 1993. Selanjutnya, sertifikasi halal diperluas bahkan hingga pada makanan, kosmetik, obat-obatan, rumah sakit, perumahan dan mal. Ini termasuk makanan ringan, permen, biji-bijian, minyak, kosmetik, sabun, sampo, pasta gigi, cat kuku, dan lipstik.