ERA.id - Brasil terlibat krisis diplomatik yang kian meningkat dengan Israel setelah Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva memanggil duta besar negaranya untuk Israel. Krisis ini terjadi beberapa jam setelah Menlu Israel Katz menyatakan Lula persona non grata.
Menteri Luar Negeri Brasil Mauro Vieira memanggil duta besar negaranya di Tel Aviv, Frederico Meyer, untuk kembali ke Tanah Air untuk berkonsultasi. Meyer berangkat ke Brasil pada Selasa (20/2/2024).
Pada Senin, Israel mengatakan bahwa kehadiran Lula tidak akan diterima sampai ia menarik kembali komentarnya yang membandingkan perang Israel di Gaza dengan Holocaust.
"Kami tidak akan melupakan atau memaafkan," kata Katz, yang memilih sebuah tempat simbolis untuk teguran tersebut, yaitu Museum Holocaust di Yerusalem, Yad Vashem.
"Itu adalah pernyataan serangan antisemitisme yang serius. Atas nama diri saya dan atas nama warga Israel, sampaikan hal ini kepada Presiden Lula, yang merupakan persona non grata di Israel sampai dia mundur," tambahnya, dilansir Antara, Selasa (20/2/2024).
Pernyataan Katz disampaikan setelah kepala negara Brasil Lula membandingkan perang di Gaza dengan serangan Adolf Hitler untuk memusnahkan orang-orang Yahudi pada sekitar 1930 dan 1940.
"Yang terjadi di Jalur Gaza terhadap rakyat Palestina belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah. Sebenarnya, itu terjadi: ketika Hitler memutuskan untuk membunuh orang-orang Yahudi," kata Lula.
"Yang terjadi di Jalur Gaza bukanlah perang, melainkan genosida. Itu bukan perang antara tentara melawan tentara. Itu adalah perang antara tentara yang sangat siap dengan perempuan dan anak-anak," tambahnya.
Kementerian Luar Negeri Brasil juga mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka akan memanggil duta besar Israel untuk Brasil Daniel Zonshine untuk melakukan pertemuan di Rio de Janeiro.
Presiden Lula mengecam serangan kelompok Hamas Palestina terhadap Israel pada 7 Oktober sebagai tindakan "teroris", tetapi juga mengkritik serangan Israel terhadap Gaza, yang telah menewaskan hampir 29 ribu orang, menurut pihak berwenang Palestina.