ERA.id - Negara-negara Eropa dilanda kasus batuk rejan dengan peningkatan 10 kali lipat pada tahun 2023 dan kuartal pertama tahun 2024. Sedikitnya 60.000 kasus melanda Uni Eropa.
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC) mengatakan secara total hampir 60.000 kasus dilaporkan di Uni Eropa dan negara-negara kawasan Ekonomi Eropa selama periode tersebut. Tercatat 11 kematian terjadi pada bayi dan delapan kematian menima orang lanjut usia.
Batuk rejan atau pertusis adalah infeksi bakteri pada paru-paru dan saluran pernapasan. Batuk rejan ini merupakan endemik di Eropa dan sangat berbahaya bagi bayi dan orang tua.
ECDC mengatakan epidemi batuk rejan yang lebih besar diperkirakan terjadi setiap 3-5 tahun bahkan di negara-negara dengan tingkat vaksinasi yang tinggi, meskipun sedikit penurunan imunisasi selama pandemi COVID-19 mungkin menjadi salah satu faktor peningkatan tersebut.
Sirkulasi batuk rejan juga sangat rendah selama pandemi dan pembatasan pergerakan yang terkait dengannya, sehingga peningkatannya tampak lebih besar. Namun secara historis, jumlahnya masih tinggi.
Dalam tiga bulan pertama tahun 2024, jumlah kasus sudah sama banyaknya dengan jumlah rata-rata kasus pada tahun 2012 hingga 2019. Badan tersebut mencatat bahwa banyak masyarakat yang melewatkan peningkatan kekebalan alami terhadap batuk rejan karena mereka tidak terpapar virus tersebut selama pandemi.
Bayi di bawah enam bulan mempunyai risiko khusus terkena infeksi ini.
“Penting untuk mengingat nyawa yang dipertaruhkan, terutama anak-anak kita. Vaksin terhadap pertusis telah terbukti aman dan efektif,” kata Direktur ECDC Andrea Ammon, dikutip Reuters, Rabu (8/5/2024).
Sebagian besar negara Eropa secara rutin mengimunisasi anak-anak terhadap pertusis dan banyak juga yang memberikan vaksinasi kepada ibu hamil untuk melindungi bayinya. ECDC mengatakan beberapa negara mungkin ingin mempertimbangkan untuk memberikan booster kepada anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa juga, karena kekebalan tubuh dapat berkurang.