ERA.id - Pengadilan Jepang memerintahkan agar pemerintah memberikan status pengungsi kepada seorang pria gay asal Afrika Utara. Keputusan ini dikeluarkan dengan berbagai pertimbangan yang akan menimpa pria itu di negara asalnya.
Dalam putusan Hakim Ketua Atsushi Tokuchi disebutkan bahwa pria berusia 30-an itu dikhawatirkan mengalami kerugian dari keluarganya di Afrika Utara bila kembali ke negaranya. Hal ini yang membuat pengadilan memutuskan agar pemerintah memberikan status pengungsi kepada pria gay itu.
"Ada kekhawatiran yang realistis bahwa dia akan dirugikan oleh keluarganya jika dia kembali ke negara asalnya, dan dia tidak dapat menerima perlindungan di negara asalnya," kata Hakim Ketua Atsushi Tokuchi dalam putusannya, dikutip Kyodo News, Jumat (5/7/2024).
Pria gay itu pertama kali datang ke Jepang pada bulan Desember 2019. Dia memutuskan untuk meninggalkan negaranya karena menjalin hubungan sesama jenis, yang merupakan hubungan terlarang di negara asalnya yang bisa menyebabkan penangkapan hingga diadili di pengadilan.
Dia mengaku sering dilarang bergerak bebas oleh keluarganya setelah ketahuan menjalin hubungan sesama jenis.
"Terima kasih banyak Jepang, terima kasih banyak kepada pengadilan," kata pria itu.
Setelah datang ke Jepang, dia mengajukan permohonan status pengungsi pada Januari 2020 di biro imigrasi regional Osaka. Sayangnya pengajuan status itu ditolak pada Februari 2021.
Permohonannya agar keputusan biro tersebut ditinjau ulang juga ditolak pada Mei 2022. Pada bulan Juli tahun itu, ia mengajukan gugatan ke Pengadilan Distrik Osaka, meminta pencabutan keputusan otoritas imigrasi yang tidak memberinya status pengungsi.
Keputusan tersebut diambil ketika Jepang pada bulan Maret 2023 untuk pertama kalinya meluncurkan pedomannya untuk mengakui pengungsi guna memastikan transparansi di tengah kritik bahwa negara tersebut menerima sangat sedikit pengungsi dibandingkan dengan negara lain.
Berdasarkan pedoman tersebut, badan layanan imigrasi mengatakan status pengungsi dapat diberikan jika pemohon dianggap berisiko mengalami penganiayaan di negara asal mereka karena gender mereka, atau karena mengidentifikasi diri mereka sebagai anggota kelompok minoritas seksual.
Lebih lanjut, pria itu mengaku ingin tinggal dan bekerja di Jepang seperti orang lain. Dia juga berharap pemerintah tidak mengajukan banding atas keputusan tersebut.
Badan Layanan Imigrasi Jepang mengatakan akan mengkaji keputusan tersebut dan memberikan tanggapan yang tepat.
Jepang memberikan status pengungsi kepada 303 orang pada tahun 2023. Namun jumlah tersebut masih sangat kecil jika dibandingkan dengan negara-negara Eropa, yang menampung puluhan ribu pengungsi setiap tahunnya, dan Amerika Serikat, yang baru-baru ini menaikkan batas pengungsi tahunannya menjadi 125.000 orang.