ERA.id - TikTok dijatuhi denda sebesar 530 juta euro atau sekitar Rp9,8 triliun oleh otoritas perlindungan data Irlandia. Denda itu dikenakan karena TikTok melanggar aturan privasi Uni Eropa.
Komisi Perlindungan Data Irlandia (DPC) memutuskan TikTok melanggar aturan privasi Uni Eropa setelah investigasi dilakukan. TikTok kedapatan melanggar Regulasi Perlindungan Data Umum (GDPR) dengan mentransfer data pribadi pengguna Eropa ke China, di mana data tersebut diakses oleh para insinyur.
"Transfer data pribadi TikTok ke China melanggar GDPR karena TikTok gagal memverifikasi, menjamin, dan membuktikan bahwa data pribadi pengguna EEA yang diakses dari jarak jauh oleh staf di China mendapatkan perlindungan yang setara dengan yang dijamin di dalam Uni Eropa," kata Wakil Komisioner DPC, Graham Doyle, dalam pernyataannya, dilansir Anadolu, Sabtu (3/5/2025).
Lalu, kata Doyle, akibat dari kegagalan itu, TikTok tidak menanggapi secara baik potensi akses oleh otoritas China terhadap data pribadi EEA di bawah undang-undang.
"Akibat kegagalan TikTok dalam melakukan penilaian yang diperlukan, TikTok tidak menanggapi secara memadai potensi akses oleh otoritas China terhadap data pribadi EEA di bawah undang-undang anti-terorisme, kontra-spionase, dan regulasi lain yang oleh TikTok sendiri diakui berbeda secara substansial dari standar Uni Eropa," tambahnya.
Denda itu merupakan yang ketiga terbesar yang pernah dijatuhkan oleh DPC, setelah denda sebesar 746 juta euro (Rp13,9 triliun) terhadap Amazon dan rekor sanksi sebesar 1,2 miliar euro (Rp22,3 triliun) kepada pemilik Facebook, Meta Platforms.
DPC menyimpulkan bahwa perusahaan induk TikTok, ByteDance, gagal menerapkan perlindungan yang memadai terhadap cara data pribadi pengguna dari Wilayah Ekonomi Eropa (EEA) diakses dari luar negeri.
Lebih lanjut, TikTok menyatakan pihaknya akan mengajukan banding atas putusan tersebut dan memperingatkan bahwa keputusan tersebut dapat berdampak luas bagi perusahaan global lain yang menangani aliran data lintas negara.