ERA.id - Perarakan March on Washington 1963 dikenal sebagai momen Dr. Martin Luther King Jr. membacakan pidatonya, "I Have a Dream", yang bersejarah. Namun, sedikit orang mengetahui ada sosok lain bernama Bayard Rustin yang berhasil mengorganisir gerakan tersebut, meski ia kerap coba disingkirkan karena identitas seksualnya sebagai seorang gay.
Tumbuh besar di West Chester, Pennsylvania, ia dikelilingi sosok-sosok berpengaruh. Karena neneknya terlibat dalam Asosiasi Nasional untuk Kemajuan Warga Kulit Hitam (NAACP), ia sering menemui tokoh seperti W.E.B. DuBois dan Mary McLeod Bethune di ruang keluarganya. Belakangan, pengalaman inilah yang mendorong dirinya terlibat dalam aktivisme damai.
Lulus SMA, Rusin aktif ke dalam kelompok bernama Young Communist League (YCL), namun, ia segera keluar karena merasa perhatian grup tersebut sudah jauh dari urusan hak-hak sipil.
Pada tahun 1941, ia dipilih menjadi pengelola kelompok pemuda untuk event March on Washington 1941 yang dipimpin oleh A. Philip Randolph.
“We need in every community a group of angelic troublemakers.
The only weapon we have is our bodies, & we need to tuck them in places so wheels don’t turn…”
Remember, recognize, & raise up Bayard Rustin today & every day
Join @RustinCenter in keeping his name & his spirit alive pic.twitter.com/9NQi1UBX7e
— Bayard Rustin Center for Social Justice (@RustinCenter) August 28, 2020
Aktivismenya makin berkembang kala ia bergabung dengan kelompok Fellowship of Reconciliation (FOR). Ia juga turut andil dalam mendirikan the Congress of Racial Equality (CORE) pada tahun 1942. Pada tahun 1947, CORE membangun pondasi bagi parade Freedom Rides di jaman 1960an yang dipimpin oleh Rustin sendiri.
Sikap Rustin yang tak kenal menyerah, dan pengetahuannya di bidang taktik unjuk rasa damai, mendekatkannya pada figur Dr. Martin Luther King Jr, sosok yang sangat berpengaruh dalam sejarah warga kulit hitam di Amerika Serikat. Namun, kerap kali kepiawaian Rustin sering dipandang sebelah mata karena ia mengaku dirinya sebagai seorang gay. Banyak orang menganggap seksualitas Rusin sebagai 'pengalih perhatian.'
Beberapa orang bahkan mendesak King untuk tidak memilih Rustin sebagai wakil direktur gerakan March on Washington. Namun, Dr. King sendiri mengagumi pengetahuan dan kemampuan Rustin dalam mengelola aksi unjuk rasa. Maka Rustin pun diminta untuk menangani sejumlah posisi, misalnya sebagai penulis pidato dan peracik strategi aksi protes.
Meski ia pernah dipenjara karena menjadi gay di awal-awal karir aktivismenya, ia tetap kukuh bergerak bagi kebebasan warga kulit hitam. Rustin pada akhirnya berhasil mengumpulkan 200.000 orang dalam waktu kurang dari dua bulan dan mengorganisir mereka dalam aksi March on Washington tahun 1963.
#OTD (1963) - The March on Washington takes place in Washington, DC. Envisioned by A. Philip Randolph, organized by Bayard Rustin, and attended by some 250,000 people, speakers at the event included Daisy Bates, John Lewis, Josephine Baker, Walter Reuther, & #MLK. pic.twitter.com/sbpYRPqBlA
— The Wright Museum (@TheWrightMuseum) August 28, 2020
Momen itu kini terkenang sebagai suatu sejarah penting, tidak hanya bagi warga kulit hitam, tapi juga bagi Amerika Serikat.
Pada 24 Agustus 1987, Bayard Rustin meninggal di usia 75 tahun di Lenox Hill Hospital di Manhattan, New York.
Dalam sejarah, kiprah Bayard Rustin sebagai aktivis demonstrasi gerakan hak-hak sipil era 1960an termasuk termarjinalkan karena posisinya sebagai pria kulit hitam yang mengakui diri gay. Namun, kerjanya dalam mengelola salah satu unjuk rasa damai paling penting dalam sejarah kulit hitam menjadi warisan yang sangat revolusioner.