ERA.id - Pemerintah China mengklarifikasi pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Michael Richard Pompeo yang menyebut Partai Komunis China merupakan ancaman bagi kebebasan umat beragama, termasuk di antaranya komunitas Muslim Uighur di Xinjiang.
"Konstitusi Tiongkok melindungi kebebasan beragama segenap warganya, juga hak-hak sah dari semua etnik minoritas. Hak asasi rakyat semua etnik di Xinjiang sepenuhnya terjamin," kata Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian, lewat pernyataan tertulis, yang disiarkan di laman resmi Kedutaan Besar Republik Rakyat China di Indonesia, Kamis (29/10) kemarin.
Pompeo, saat melawat ke Indonesia, menemui Gerakan Pemuda (GP) Ansor di Jakarta, Kamis. GP Ansor merupakan badan otonom yang berada di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Muslim terbesar di Indonesia.
Dalam pertemuan itu, Pompeo menyebut tidak ada alasan apa pun yang dapat membenarkan perbuatan Pemerintah China di Xinjiang. "Tidak ada pembenaran atas pengurangan kemiskinan dengan memaksa sterilisasi atau mengambil anak-anak dari orang tua mereka untuk diajar kembali di sekolah asrama yang dijalankan oleh negara," kata Pompeo di hadapan anggota GP Ansor.
Pernyataan Pompeo itu merujuk pada kamp-kamp pelatihan yang dibuat oleh Pemerintah China untuk masyarakat etnis Uighur. "Ancaman terbesar bagi masa depan kebebasan beragama adalah perang Partai Komunis China terhadap orang-orang dari umat mana pun, Muslim, Buddha, Kristen, juga praktisi Falun Gong," sebut Pompeo dalam acara yang sama.
Tidak lama setelah pertemuan antara Pompeo dan GP Ansor, Dubes Xiao Qian menegaskan bahwa China merupakan sahabat tulus bagi dunia Muslim. "(Kami, red) senantiasa teguh mendukung perjuangan adil rakyat Palestina," kata kepala perwakilan China di Indonesia.
"Sebaliknya, Pemerintah AS justru menerbitkan Muslim Ban (larangan bagi Muslim untuk masuk AS), mengabaikan hak dan kepentingan legal Palestina dalam konflik dengan Israel, membangkitkan revolusi berwarna di sejumlah negara Muslim, meluncurkan perang proksi, dan bahkan melakukan serangan langsung terhadap negara lain," ujar Dubes Xiao.
Ia melanjutkan kebijakan luar negeri AS justru jadi penyebab ketidakstabilan, konflik, perpecahan, dan "penderitaan berkepanjangan bagi dunia Muslim".
Terkait isu di Xinjiang, seorang pengurus Nahdlatul Ulama mengatakan banyak informasi mengenai keadaan masyarakat Muslim Uighur bias karena terjebak oleh konflik AS dan China. Menurut dia, seluruh pihak, salah satunya masyarakat Muslim di Indonesia, membutuhkan akses informasi yang independen dan bebas dari konflik kepentingan.
"Yang kita butuhkan sekarang adalah akses terhadap informasi yang faktual, dan kami menuntut semua pihak, Amerika maupun China, untuk jujur dalam hal ini," kata Katib 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf, Kamis.
Ia menekankan NU tidak akan diam jika ada bukti pelanggaran HAM terhadap masyarakat Muslim Uighur di Xinjiang.